Jumat, 06 November 2015

Konsep Pendidikan Tinggi Hukum yang Berkatakter



Konsep Pendidikan Tinggi Hukum yang Berkatakter melalui Terwujudnya Sarjana
Hukum yang Profesional, Humanis dan Religius[1]
Oleh; Bayu Dwiwiddy Jatmiko, SH., M.Hum[2]

Ringkasan
Banyaknya kasus yang terekspos di media massa telah membuktikan lemahnya piranti hukum yakni kehakiman, kejaksaan,kepolisian, dan para praktisi hukum lainnya, yang belum mampu menjalankan tugas‐tugasnya sebagaimana mesti. Bahkan ketua KPK sebelumnya tersangkut dengan permasalahan hukum. Atau adanya beberapa legislator yang justru terlibat dalam pelanggaran hukum. Atau berita bahwa 50 persen PNS telah melakukan tindakan korupsi. Kabar tersebut terkait dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dilaporkan oleh wakil ketua PPATK Agus Santoso.  Tentunya ada kesalahan‐kesalahan yang menyebabkan hal ini terjadi.  
Sebagaimana teori sebab akibat ataupun terdapat dalam peribahasa ada asap ada api. Salah satu kesalahan yang menyebabkan perilaku korupsi di Indonesia saat ini ‘menggurita’ adalah sistem pendidikan yang ada di negara ini. Betapa banyak orang‐orang yang berorientasi profit ketika menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Karenanya mendesak diperlukan suatu konsep pendidikan tinggi hukum yang lebih berkarakter.
Sebenarnya Seiring dengan Perubahan dan Perbaikan kurikulum pendidikan tinggi dengan merujuk pada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 017/D.O/1993 jo. SK. Mendikbud No. 036/U/1993, dan SK Mendikbud No. 0325/U/1994 tentang kurikulum yang berlaku secara Nasional program sarjana Ilmu Hukum menyatakan bahwa dalam jenjang pendidikan Sarjana Ilmu Hukum (S1) tidak ada jurusan atau dihapusnya jurusan. Telah membuka kesempatan bagi Pendidikan tinggi hukum untuk menerapkan kurikulum yang responsive bahkan bisa progresip demi menjawab keprihatinan akan mutu lulusan pendidikan Tinggi hukum.
Sehingga bertitik tolak dari visi, KURTI dan KURNAL serta konsentrasi/ bagian/ program studi dengan masing‐masing Mata Kuliah  Wajib dan pilihannya serta pengkajian secara menyeluruh terhadap kelemahan substansif dalam kurikulum dan metode pembelajaran di Pendidikan Tinggi Hukum, maka solusi yang tepat adalah kurikulum yang berkarakter yang mampu mewujudkan sarjana hukum yang profesional, humanis dan religius.


[1] Konsep tulisan yang diajukan sebagai call paper dalam acara “ Konferensi dan Dialog negara Hukum” yang diselengggarakan di jakarta pada tanggal 9-10 Oktober 2012
[2] Dosen  Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

0 komentar:

Posting Komentar