Jumat, 11 Maret 2016

TINJAUAN SINGKAT REGULASI TENTANG PANGAN DAN PERMASALAHANNYA



TINJAUAN SINGKAT REGULASI TENTANG PANGAN DAN PERMASALAHANNYA[1]
Oleh :Bayu Dwiwiddy Jatmiko
Email: bayu.dj15@yahoo.com
Pendahuluan
Krisis pangan dunia dan kasus Rancangan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tentang Pedoman Perizinan dan Usaha Budidaya Tanaman mendapat tanggapan yang negative dari organisasi-organisasi petani Indonesia. Rancangan Permentan ini dinilai merugikan petani dan menyebabkan krisis pangan dikarenakan apabila petani harus membeli bibit sedangkan pada saat panen raya harga gabah turun maka petani merugi dan akibatnya lahan pertanian akan banyak berkurang karena terjual. Organisasi petani menghendaki negara hendaknya lebih mengedepankan pada pembelaan hak-hak petani atas sumberdaya agraria, serta didukung industri dan perdagangan yang mendukung pertanian.
Berangkat dari permasalahan tersebut maka beberapa organisasi petani  membentuk Koalisi Anti Diskriminasi terhadap Petani dan menyerukan penolakan atas Rancangan Permentan tersebut dengan mengeluarkan pernyataan sikapnya dibahwa ini. Koalisi ini terdiri dari IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice), Bina Desa (Yayasan Bina Desa Sadajiwa), KRKP (Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan), SPI (Serikat Petani Indonesia), KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), Petani Center, MAI  (Masyarakat Agro Bisnis dan Agro Industri), Pemuda HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), Masyarakat Mandiri, LP2NU (Lembaga Pemberdayaan Petanu Nahdlatul Ulama), Pemuda Muhamadiyah, Petani Mandiri (Persatuan Petani dan Nelayan Mandiri Indonesia), SMERU, API (Aliansi Petani Indonesia), ADS (Aliansi Desa Sejahtera).
Penolakan tersebut diwujudkan dalam bentuk Pernyataan Sikap Koalisi Anti Diskriminasi terhadap Petani (Sikap Tani) yaitu menyerukan Krisis pangan dunia dan masih banyaknya kasus kerawanan pangan[2]  serta kasus balita gizi buruk  Indonesia, seharusnya tidak malah menjadikan pangan sebagai komoditas dengan negara semakin memperluas kesempatan modal untuk mencari laba tertinggi dan akumulasi modal di pertanian pangan[3].
    Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman perlu ditinjau ulang. Sebab, menyerahkan usaha budidaya pangan sepenuhnya kepada swasta akan menimbulkan masalah serius dalam pengendalian pangan di kemudian hari. kewenangan pemberian izin pengelolaan lahan oleh bupati/wali kota seperti tertuang dalam Pasal 11 Ayat (2). Hal ini akan memicu terjadinya jual beli surat izin. Sulit bagi Indonesia untuk berdaulat jika yang menguasai pangan rakyat adalah negara lain. Pasal 2 huruf (b) PP No 18/2010, yang menyatakan usaha budidaya pangan food estate untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri, kurang tepat, perlu dipertimbangkan budaya lokal dan perlindungan aneka ragam varietas tanaman pertanian.


Konsepsi
Ketahanan pangan merupakan salah satu isu strategis dalam konteks pembangunan negara sebagai negara berkembang, karena memiliki fungsi ganda yaitu:
1.      Salah satu sasaran utama pembangunan,
2.      Salah satu instrumen utama pembangunan ekonomi (Simatupang, 1999).
Konsep ketahanan pangan mengacu pada pengertian adanya kemampuan mengakses pangan secara cukup untuk mempertahankan kehidupan yang aktif dan sehat. Ketahanan pangan merupakan konsep yang multidimensi meliputi mata rantai sistem pangan dan gizi, mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, dan status gizi. Secara ringkas ketahanan pangan sebenarnya hanya menyangkut tiga hal penting, yaitu ketersediaan, akses, dan konsumsi pangan (Khomsan, 2008).
Definisi Formal ketahanan pangan menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
1.      World Food Conference 1974, UN 1975 : Ketahanan Pangan adalah ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu untuk menjaga keberlanjutan konsumsi pangan dan menyeimbangkan fluktuasi produksi dan harga.
2.      FAO 1992 : Ketahanan Pangan adalah situasi di mana semua orang dalam segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman (safe) dan bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif.
3.      World Bank 1996: Ketahanan Pangan adalah:  akses oleh semua orang pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.
Indonesia UU No.7/1996  Ketahanan Pangan adalah Kondisi di mana terjadinya kecukupan penyediaan pangan bagi rumah tangga yang diukur dari ketercukupan pangan dalam hal jumlah dan kualitas dan juga adanya jaminan atas keamanan (safety), distribusi yang merata dan kemampuan membeli. (Lassa, 2005).
Kondisi ketiadaan akses terhadap komoditas pangan yang menyebabkan rawan pangan. Naik turunnya jumlah masyarakat yang tergolong rawan pangan biasanya mengikuti naik turunnya jumlah orang miskin di Indonesia. Masih banyaknya penduduk miskin yang rentan terhadap rawan pangan (diolah dari data BPS) yaitu tahun 2006 jumlah penduduk miskin mencapai 39,3 juta (17,75 %) dan penduduk yang sangat rawan pangan sekitar 10,04 juta (4,52 %), sedangkan di tahun 2007 jumlah penduduk miskin 37,17 juta (16,58 %) dan penduduk yang sangat rawan pangan sekitar 5,71 juta (2,55 %) (Anonymous, 2008).
Kondisi pangan lokal maupun nasional sedang terkena dampak perubahan iklim dan pemanasan global (global warming). Setelah terjadinya perubahan iklim dan global warming, kemandirian pangan pun menjadi isu global. Bahkan, petani di berbagai belahan dunia kini sedang menuntut adanya kemandirian pangan. Berbeda dengan konsep ketahanan pangan (food security), kini konsep kemandirian pangan (food sovereignty) lebih relevan untuk dikedepankan. Soalnya, paradigma kemandirian pangan bisa mengatasi berbagai kelemahan kebijakan ketahanan pangan yang selama ini lebih bersandar pada pemenuhan pangan secara modern melalui penerapan agrobisnis, perdagangan bebas dan privatisasi sumber-sumber produktif (Martaja, 2008).
Beberapa contoh kasus yang terjadi di Indonesia antara lain :
1.      Menurut Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Departemen Pertanian Tjuk Eko Haribasuki, Sebanyak 2,5 dari total penduduk Indonesia dalam kondisi rawan pangan. Artinya, ada sekitar 5 juta rakyat negara agraris ini yang makan kurang dari dua kali sehari (Anonymous, 2008).
2.      Daeng Basse (35 tahun), warga Makassar, meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya dan satu orang anaknya yang lain, Bahir (7 tahun) Jumat (29/2/2008) setelah tiga hari kelaparan (Sudarmawan, 2008).
3.      Sebanyak 17.835 balita di Kabupaten Ciamis diketahui masih kekurangan gizi. Rinciannya, ditemukan sebanyak 435 balita berstatus gizi buruk dan 17.400 balita lainnya gizi kurang. Sementara itu, balita berstatus gizi lebih mencapai 7.000 orang (Anonymous, 2008).
4.      Sebagai bagian dari perencanaan pembangunan pertanian Kementerian Pertanian, tujuan dan sasaran pembangunan Badan Ketahanan Pangan tahun 2010 -2014 akan diwujudkan melalui kegiatan prioritas nasional dan bidang yaitu: (1) Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan; (2) Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan; (3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan segar; sedangkan kegiatan pendukungnya adalah Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya termasuk Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID).
   Disadari bahwa untuk mencapai pembangunan ketahanan pangan tidaklah mudah, namun dengan tekad dan kerjasama lingkup Badan Ketahanan Pangan di Pusat dan Daerah, serta koordinasi dengan Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan instansi terkait, akan dapat tercapai tujuan dan sasaran pembangunan ketahanan pangan nasional.
   Implementasi Renstra Badan Ketahanan Pangan tahun 2010 – 2014  pada tahapan perencanaan pembangunan ketahanan 5pangan tahunan, masih dimungkinkan mengalami perbaikan dan penyempurnaan karena terjadinya perubahan kebijakan, permasalahan, dan hasil evaluasi dalam pelaksanaan program pembangunan ketahanan pangan.
Sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum, Indonesia memiliki hirarkis hukum yang dijadikan pedoman dan rujukan dalam menyelesaikan kasus. Produk hukum yang dimaksud adalah Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Surat Keputusan (SK) Menteri, dan bab ketentuan pidana atau sanksi. Yang dijadikan pijakan pertama adalah UU sebagai turunan pertama dari UUD, dimana kasus dapat ditindak bila sudah diterbitkan UU-nya. Kemudian Peraturan Pemerintah, yang merupakan petunjuk pelaksana dari UU, yaitu kasus dapat ditindak bila sudah ada PP. Dan SK Menteri yang merupakan pelengkap sebagai bahan pertimbangan dalam menangani kasus.
Beberapa regulasi dalam bidang pangan yang ada di In donesia, antara lain:
1.        Undang Undang No. 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman.
2.        UU RI No.7 Tahun.1996 tentang perlindungan pangan.
3.        Peraturan pemerintah republik indonesia nomor  No.44 tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman
4.        Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 18 tahun 2010 tentang usaha budidaya tanaman.
5.        Peraturan pemerintah republik indonesia Nomor 68 tahun 2002 Tentang Ketahanan pangan
6.        Peraturan Menteri Pertanian Nomor  54/Permentan/Ot.140/10/2006 Tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik (Good Breeding Practice).
7.        Peraturan menteri pertanian  Nomor 52/permentan/ot.140/10/2006  Tentang Persyaratan tambahan karantina tumbuhan
8.        KepMentan No.803/Kpts/ OT.210/7/97 tentang sertifikasi dan pengawasan mutu benih bina,
9.        Kep Mentan No.1017/Kpts/OT/TP.120/ 12/1998 tentang ijin produksi benih bina, ijin pemasukan benih dan pengeluaran benih bina
10.    Keputusan Menteri Pertanian Nomor 338.1 /Kpts /PD.620/9/2005.

Dalam perbenihan, regulasi yang berlaku meliputi UU Sistem Budidaya Tanaman No.12 tahun 1992, PP tentang Perbenihan Tanaman No.44 tahun 1995, KepMentan No.803/Kpts/ OT.210/7/97 tentang sertifikasi dan pengawasan mutu benih bina, Kep Mentan No.1017/Kpts/OT/TP.120/ 12/1998 tentang ijin produksi benih bina, ijin pemasukan benih dan pengeluaran benih bina
Krisis pangan yang terjadi pada tahun-tahun belakangan menggambarkan penurunan produktivitas hasil pertanian, selain dikarenakan tidak meratanya distribusi bahan pangan juga akibat penimbunan bahan pangan oleh swasta. Oleh karenannya negara memiliki kewajiban untuk lebih memperhatikan pembaruan agraria sejati yang menjamin akses dan kontrol petani atas sumber daya agraria, serta didukung industri dan perdagangan yang mendukung pertanian. Permasalahan pangan ini menguat sejak dilakukannya penyeragaman bahan makanan pokok masyarakat, masyarakat yang secara adat dan turun temurun sesungguhnya sudah memiliki makanan pokoknya seperti jagung, sagu, gaplek dan lain sebagainya diarahkan pada mngkonsumsi beras sebagai sumber bahan pangan pokok, pada era saat ini negara yang kuat adalah negara yang mampu memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri, sehingga arti bahan makanan pokok bagi Indonesia sebagai negara agraris sangatlah penting .
Draft permentan tentang Pedoman Perizinan dan Usaha Budidaya Tanaman, merupakan aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman, dalam melaksanakan amanah dari Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Di dalam UU SBT, pada Pasal 3 disebutkan sistem budidaya tanaman bertujuan :
a)      Meningkatkan dan memperluas penganekaragaman hasil tanaman, guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, industri dalam negeri, dan memperbesar ekspor;
b)      Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani;
c)      Mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.

Ketentuan pada Pasal 3 tersebut diperkuatoleh Pasal 5 yang mengatur bahwasannya dalam melaksanakan ketentuan Pasal 3 pemerintah juga diwajibkan menciptakan kondisi yang menunjang peran serta masyarakat.
Mengacu ketentuan Pasal 3 dan 5 UU Sistem Budidaya Tanaman Pembangunan pertanian akan melibatkan pihak pemerintah, badan usaha dan petani, oleh karena itu pembuatan aturan harus peraturan yang berpihak dan menguntungkan petani karena sangat tidak mungkin petani bersaing dengan badan usaha melainkan mendapat bantuan baik pendampingan, pembinaan dalam peningkatan hasil produksi dengan bibit yang baik. Maka idealnya Badan Usaha dapat berperan dalam pengembangan alsintan (alat mesin pertanian) dan saprotan (sarana produksi Pertanian)  yang dapat meningkatkan produktivitas petani yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Sedangkan petani diberi peran dalam pengelolaan lahan sebesar-besarnya yang didukung oleh teknologi dan permodalan sehingga dapat menghasilkan produksi yang optimal yang juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Dalam kenyataannya peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2010 dimanfaatkan oleh pengusaha untuk memonopoli secara legal melalui HKI terhadap bibit tanaman khususnya padi, karena dengan sistem sertifikasi akan menyulitkan bagi petani Indonesia yang secara rata-rata berpendidikan rendah untuk melakukan sertifikasi, selain permasalahan biaya dan waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan sertifikasi.
Pada kenyataan dilapangan ada budaya masyarakat yang melakukan pembenihan dengan menggunakan benih-benih terbaik hasil panennya untuk kemudian dijual atau ditukar (dengan pupuk atau sewa alat bajak sawah) kepada pemilik lahan disekitarnya, dengan tujuan agar dengan bibit yang sama baik maka akan mendapat hasil yang baik, karena penyerbukan dapat terjadi baik akibat angin, belalang, kupu-kupu atau secara alamiah lainnya.

Isu Nasional
  Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman perlu ditinjau ulang. Sebab, menyerahkan usaha budidaya pangan sepenuhnya kepada swasta akan menimbulkan masalah serius dalam pengendalian pangan di kemudian hari.
  Krisis pangan dunia dan kasus Rancangan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tentang Pedoman Perizinan dan Usaha Budidaya Tanaman mendapat tanggapan yang negative dari organisasi-organisasi petani Indonesia. Rancangan Permentan ini dinilai merugikan petani dan menyebabkan krisis pangan dikarenakan apabila petani harus membeli bibit sedangkan pada saat panen raya harga gabah turun maka petani merugi dan akibatnya lahan pertanian akan banyak berkurang karena terjual. Organisasi petani menghendaki negara hendaknya lebih mengedepankan pada pembelaan hak-hak .

Permasalahan
Dalam kenyataannya peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2010 dimanfaatkan oleh pengusaha untuk memonopoli secara legal melalui HKI terhadap bibit tanaman khususnya padi, karena dengan sistem sertifikasi akan menyulitkan bagi petani Indonesia yang secara rata-rata berpendidikan rendah untuk melakukan sertifikasi, selain permasalahan biaya dan waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan sertifikasi


Kepustakaan
Anonymous, konsep ketahanan pangan rumah tangga, 2008. http://www.damandiri.or.id/file /wahidipbtinjauan.pdf. (22 Maret 2008).

Lassa, Jonatan. Politik Ketahanan Pangan Indonesia 1950-2005. http://www.zef.de/ (22 Maret 2008).

Martaja, Urgensi Membangun Kemandirian Pangan, 2008.  http://www.suarakarya-online.com/news.htm (22 Maret 2008).


[1] Bayu Dwiwiddy Jatmiko dan Ratri Novita Erdianti, Analisis Kebijakan Budidaya Tanaman  dalam  Effektifitas Budidaya Tanaman Petani Tradisional, DP2M UMM, 2014.
[2] Menurut Ketua Badan Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo.
[3] Dengan Draft Permentan tentang Pedoman Perizinan dan Usaha Budidaya Tanaman, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman, di mana PP ini adalah turunan dari Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman

0 komentar:

Posting Komentar