TINJAUAN
SINGKAT REGULASI TENTANG PANGAN DAN PERMASALAHANNYA[1]
Oleh :Bayu Dwiwiddy Jatmiko
Email: bayu.dj15@yahoo.com
Pendahuluan
Krisis
pangan dunia dan kasus Rancangan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)
tentang Pedoman Perizinan dan Usaha Budidaya Tanaman mendapat tanggapan yang
negative dari organisasi-organisasi petani Indonesia. Rancangan Permentan ini
dinilai merugikan petani dan menyebabkan krisis pangan dikarenakan apabila
petani harus membeli bibit sedangkan pada saat panen raya harga gabah turun
maka petani merugi dan akibatnya lahan pertanian akan banyak berkurang karena
terjual. Organisasi petani menghendaki negara hendaknya lebih mengedepankan
pada pembelaan hak-hak petani atas sumberdaya agraria, serta didukung industri
dan perdagangan yang mendukung pertanian.
Berangkat
dari permasalahan tersebut maka beberapa organisasi petani membentuk Koalisi Anti Diskriminasi terhadap
Petani dan menyerukan penolakan atas Rancangan Permentan tersebut dengan
mengeluarkan pernyataan sikapnya dibahwa ini. Koalisi ini terdiri dari IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social
Justice), Bina Desa (Yayasan Bina Desa Sadajiwa), KRKP (Koalisi Rakyat
untuk Kedaulatan Pangan), SPI (Serikat Petani Indonesia), KPA (Konsorsium
Pembaruan Agraria), Petani Center, MAI
(Masyarakat Agro Bisnis dan Agro Industri), Pemuda HKTI (Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia), Masyarakat Mandiri, LP2NU (Lembaga Pemberdayaan
Petanu Nahdlatul Ulama), Pemuda Muhamadiyah, Petani Mandiri (Persatuan Petani
dan Nelayan Mandiri Indonesia), SMERU, API (Aliansi Petani Indonesia), ADS
(Aliansi Desa Sejahtera).
Penolakan
tersebut diwujudkan dalam bentuk Pernyataan Sikap Koalisi Anti Diskriminasi
terhadap Petani (Sikap Tani) yaitu menyerukan Krisis pangan dunia dan masih
banyaknya kasus kerawanan pangan[2] serta kasus balita gizi buruk Indonesia, seharusnya tidak malah menjadikan
pangan sebagai komoditas dengan negara semakin memperluas kesempatan modal
untuk mencari laba tertinggi dan akumulasi modal di pertanian pangan[3].
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010
tentang Usaha Budidaya Tanaman perlu ditinjau ulang. Sebab, menyerahkan usaha
budidaya pangan sepenuhnya kepada swasta akan menimbulkan masalah serius dalam
pengendalian pangan di kemudian hari. kewenangan pemberian izin pengelolaan
lahan oleh bupati/wali kota seperti tertuang dalam Pasal 11 Ayat (2). Hal ini
akan memicu terjadinya jual beli surat izin. Sulit bagi Indonesia untuk
berdaulat jika yang menguasai pangan rakyat adalah negara lain. Pasal 2 huruf
(b) PP No 18/2010, yang menyatakan usaha budidaya pangan food estate untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku industri, kurang tepat, perlu dipertimbangkan
budaya lokal dan perlindungan aneka ragam varietas tanaman pertanian.
Konsepsi
Ketahanan
pangan merupakan salah satu isu strategis dalam konteks pembangunan negara
sebagai negara berkembang, karena memiliki fungsi ganda yaitu:
1.
Salah satu sasaran
utama pembangunan,
2.
Salah satu instrumen
utama pembangunan ekonomi (Simatupang, 1999).
Konsep
ketahanan pangan mengacu pada pengertian adanya kemampuan mengakses pangan
secara cukup untuk mempertahankan kehidupan yang aktif dan sehat. Ketahanan
pangan merupakan konsep yang multidimensi meliputi mata rantai sistem pangan
dan gizi, mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, dan status gizi. Secara
ringkas ketahanan pangan sebenarnya hanya menyangkut tiga hal penting, yaitu
ketersediaan, akses, dan konsumsi pangan (Khomsan, 2008).
Definisi
Formal ketahanan pangan menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
1.
World
Food Conference 1974, UN 1975 : Ketahanan Pangan
adalah ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu untuk menjaga
keberlanjutan konsumsi pangan dan menyeimbangkan fluktuasi produksi dan harga.
2.
FAO
1992 : Ketahanan Pangan adalah situasi di
mana semua orang dalam segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang
aman (safe) dan bergizi demi
kehidupan yang sehat dan aktif.
3.
World
Bank 1996: Ketahanan Pangan adalah: akses oleh semua orang pada segala waktu atas
pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat dan aktif.
Indonesia
UU No.7/1996 Ketahanan Pangan adalah
Kondisi di mana terjadinya kecukupan penyediaan pangan bagi rumah tangga yang
diukur dari ketercukupan pangan dalam hal jumlah dan kualitas dan juga adanya
jaminan atas keamanan (safety),
distribusi yang merata dan kemampuan membeli. (Lassa, 2005).
Kondisi
ketiadaan akses terhadap komoditas pangan yang menyebabkan rawan pangan. Naik
turunnya jumlah masyarakat yang tergolong rawan pangan biasanya mengikuti naik
turunnya jumlah orang miskin di Indonesia. Masih banyaknya penduduk miskin yang
rentan terhadap rawan pangan (diolah dari data BPS) yaitu tahun 2006 jumlah
penduduk miskin mencapai 39,3 juta (17,75 %) dan penduduk yang sangat rawan
pangan sekitar 10,04 juta (4,52 %), sedangkan di tahun 2007 jumlah penduduk
miskin 37,17 juta (16,58 %) dan penduduk yang sangat rawan pangan sekitar 5,71
juta (2,55 %) (Anonymous, 2008).
Kondisi
pangan lokal maupun nasional sedang terkena dampak perubahan iklim dan
pemanasan global (global warming). Setelah terjadinya perubahan iklim dan
global warming, kemandirian pangan pun menjadi isu global. Bahkan, petani di
berbagai belahan dunia kini sedang menuntut adanya kemandirian pangan. Berbeda
dengan konsep ketahanan pangan (food security), kini konsep kemandirian pangan
(food sovereignty) lebih relevan untuk dikedepankan. Soalnya, paradigma
kemandirian pangan bisa mengatasi berbagai kelemahan kebijakan ketahanan pangan
yang selama ini lebih bersandar pada pemenuhan pangan secara modern melalui
penerapan agrobisnis, perdagangan bebas dan privatisasi sumber-sumber produktif
(Martaja, 2008).
Beberapa
contoh kasus yang terjadi di Indonesia antara lain :
1.
Menurut Kepala Pusat
Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Departemen Pertanian Tjuk Eko Haribasuki,
Sebanyak 2,5 dari total penduduk Indonesia dalam kondisi rawan pangan. Artinya,
ada sekitar 5 juta rakyat negara agraris ini yang makan kurang dari dua kali
sehari (Anonymous, 2008).
2.
Daeng Basse (35 tahun),
warga Makassar, meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya dan satu orang
anaknya yang lain, Bahir (7 tahun) Jumat (29/2/2008) setelah tiga hari
kelaparan (Sudarmawan, 2008).
3.
Sebanyak 17.835 balita
di Kabupaten Ciamis diketahui masih kekurangan gizi. Rinciannya, ditemukan
sebanyak 435 balita berstatus gizi buruk dan 17.400 balita lainnya gizi kurang.
Sementara itu, balita berstatus gizi lebih mencapai 7.000 orang (Anonymous,
2008).
4.
Sebagai bagian dari
perencanaan pembangunan pertanian Kementerian Pertanian, tujuan dan sasaran
pembangunan Badan Ketahanan Pangan tahun 2010 -2014 akan diwujudkan melalui
kegiatan prioritas nasional dan bidang yaitu: (1) Pengembangan Ketersediaan
Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan; (2) Pengembangan Sistem Distribusi dan
Stabilitas Harga Pangan; (3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan
Peningkatan Keamanan Pangan segar; sedangkan kegiatan pendukungnya adalah
Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya termasuk Peningkatan Kesejahteraan Petani
Kecil (SOLID).
Disadari bahwa untuk mencapai pembangunan
ketahanan pangan tidaklah mudah, namun dengan tekad dan kerjasama lingkup Badan
Ketahanan Pangan di Pusat dan Daerah, serta koordinasi dengan Eselon I lingkup
Kementerian Pertanian dan instansi terkait, akan dapat tercapai tujuan dan
sasaran pembangunan ketahanan pangan nasional.
Implementasi Renstra Badan Ketahanan Pangan
tahun 2010 – 2014 pada tahapan
perencanaan pembangunan ketahanan 5pangan tahunan, masih dimungkinkan mengalami
perbaikan dan penyempurnaan karena terjadinya perubahan kebijakan,
permasalahan, dan hasil evaluasi dalam pelaksanaan program pembangunan
ketahanan pangan.
Sebagai
negara yang menjunjung tinggi hukum, Indonesia memiliki hirarkis hukum yang
dijadikan pedoman dan rujukan dalam menyelesaikan kasus. Produk hukum yang
dimaksud adalah Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang (UU), Peraturan
Pemerintah (PP), Surat Keputusan (SK) Menteri, dan bab ketentuan pidana atau
sanksi. Yang dijadikan pijakan pertama adalah UU sebagai turunan pertama dari
UUD, dimana kasus dapat ditindak bila sudah diterbitkan UU-nya. Kemudian
Peraturan Pemerintah, yang merupakan petunjuk pelaksana dari UU, yaitu kasus
dapat ditindak bila sudah ada PP. Dan SK Menteri yang merupakan pelengkap
sebagai bahan pertimbangan dalam menangani kasus.
Beberapa
regulasi dalam bidang pangan yang ada di In donesia, antara lain:
1.
Undang Undang
No. 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman.
2.
UU RI No.7
Tahun.1996 tentang perlindungan pangan.
3.
Peraturan
pemerintah republik indonesia nomor No.44
tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman
4.
Peraturan
pemerintah republik indonesia nomor 18 tahun 2010 tentang usaha budidaya
tanaman.
5.
Peraturan
pemerintah republik indonesia Nomor 68 tahun 2002 Tentang Ketahanan pangan
6.
Peraturan
Menteri Pertanian Nomor
54/Permentan/Ot.140/10/2006 Tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang
Baik (Good Breeding Practice).
7.
Peraturan
menteri pertanian Nomor
52/permentan/ot.140/10/2006 Tentang
Persyaratan tambahan karantina tumbuhan
8.
KepMentan No.803/Kpts/ OT.210/7/97
tentang sertifikasi dan pengawasan mutu benih bina,
9.
Kep Mentan No.1017/Kpts/OT/TP.120/
12/1998 tentang ijin produksi benih bina, ijin pemasukan benih dan pengeluaran
benih bina
10. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 338.1 /Kpts
/PD.620/9/2005.
Dalam
perbenihan, regulasi yang berlaku meliputi UU Sistem Budidaya Tanaman No.12
tahun 1992, PP tentang Perbenihan Tanaman No.44 tahun 1995, KepMentan
No.803/Kpts/ OT.210/7/97 tentang sertifikasi dan pengawasan mutu benih bina,
Kep Mentan No.1017/Kpts/OT/TP.120/ 12/1998 tentang ijin produksi benih bina,
ijin pemasukan benih dan pengeluaran benih bina
Krisis
pangan yang terjadi pada tahun-tahun belakangan menggambarkan penurunan
produktivitas hasil pertanian, selain dikarenakan tidak meratanya distribusi
bahan pangan juga akibat penimbunan bahan pangan oleh swasta. Oleh karenannya
negara memiliki kewajiban untuk lebih memperhatikan pembaruan agraria sejati
yang menjamin akses dan kontrol petani atas sumber daya agraria, serta didukung
industri dan perdagangan yang mendukung pertanian. Permasalahan pangan ini
menguat sejak dilakukannya penyeragaman bahan makanan pokok masyarakat,
masyarakat yang secara adat dan turun temurun sesungguhnya sudah memiliki
makanan pokoknya seperti jagung, sagu, gaplek dan lain sebagainya diarahkan
pada mngkonsumsi beras sebagai sumber bahan pangan pokok, pada era saat ini
negara yang kuat adalah negara yang mampu memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri,
sehingga arti bahan makanan pokok bagi Indonesia sebagai negara agraris
sangatlah penting .
Draft
permentan tentang Pedoman Perizinan dan Usaha Budidaya Tanaman, merupakan
aturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2010 tentang Usaha
Budidaya Tanaman, dalam melaksanakan amanah dari Undang-Undang No. 12 Tahun
1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Di dalam UU SBT, pada Pasal 3 disebutkan
sistem budidaya tanaman bertujuan :
a)
Meningkatkan dan memperluas
penganekaragaman hasil tanaman, guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan,
kesehatan, industri dalam negeri, dan memperbesar ekspor;
b)
Meningkatkan pendapatan
dan taraf hidup petani;
c)
Mendorong perluasan dan
pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.
Ketentuan
pada Pasal 3 tersebut diperkuatoleh Pasal 5 yang mengatur bahwasannya dalam
melaksanakan ketentuan Pasal 3 pemerintah juga diwajibkan menciptakan kondisi
yang menunjang peran serta masyarakat.
Mengacu
ketentuan Pasal 3 dan 5 UU Sistem Budidaya Tanaman Pembangunan pertanian akan
melibatkan pihak pemerintah, badan usaha dan petani, oleh karena itu pembuatan
aturan harus peraturan yang berpihak dan menguntungkan petani karena sangat
tidak mungkin petani bersaing dengan badan usaha melainkan mendapat bantuan
baik pendampingan, pembinaan dalam peningkatan hasil produksi dengan bibit yang
baik. Maka idealnya Badan Usaha dapat berperan dalam pengembangan alsintan
(alat mesin pertanian) dan saprotan (sarana produksi Pertanian) yang dapat meningkatkan produktivitas petani
yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Sedangkan petani diberi
peran dalam pengelolaan lahan sebesar-besarnya yang didukung oleh teknologi dan
permodalan sehingga dapat menghasilkan produksi yang optimal yang juga untuk
meningkatkan kesejahteraan petani.
Dalam
kenyataannya peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2010 dimanfaatkan oleh
pengusaha untuk memonopoli secara legal melalui HKI terhadap bibit tanaman
khususnya padi, karena dengan sistem sertifikasi akan menyulitkan bagi petani
Indonesia yang secara rata-rata berpendidikan rendah untuk melakukan
sertifikasi, selain permasalahan biaya dan waktu yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan sertifikasi.
Pada
kenyataan dilapangan ada budaya masyarakat yang melakukan pembenihan dengan
menggunakan benih-benih terbaik hasil panennya untuk kemudian dijual atau
ditukar (dengan pupuk atau sewa alat bajak sawah) kepada pemilik lahan
disekitarnya, dengan tujuan agar dengan bibit yang sama baik maka akan mendapat
hasil yang baik, karena penyerbukan dapat terjadi baik akibat angin, belalang,
kupu-kupu atau secara alamiah lainnya.
Isu Nasional
— Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman perlu ditinjau
ulang. Sebab, menyerahkan usaha budidaya pangan sepenuhnya kepada swasta akan
menimbulkan masalah serius dalam pengendalian pangan di kemudian hari.
— Krisis
pangan dunia dan kasus Rancangan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)
tentang Pedoman Perizinan dan Usaha Budidaya Tanaman mendapat tanggapan yang
negative dari organisasi-organisasi petani Indonesia. Rancangan Permentan ini
dinilai merugikan petani dan menyebabkan krisis pangan dikarenakan apabila
petani harus membeli bibit sedangkan pada saat panen raya harga gabah turun
maka petani merugi dan akibatnya lahan pertanian akan banyak berkurang karena
terjual. Organisasi petani menghendaki negara hendaknya lebih mengedepankan
pada pembelaan hak-hak .
Permasalahan
Dalam
kenyataannya peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2010 dimanfaatkan oleh
pengusaha untuk memonopoli secara legal melalui HKI terhadap bibit tanaman
khususnya padi, karena dengan sistem sertifikasi akan menyulitkan bagi petani
Indonesia yang secara rata-rata berpendidikan rendah untuk melakukan
sertifikasi, selain permasalahan biaya dan waktu yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan sertifikasi
Kepustakaan
Anonymous, konsep ketahanan
pangan rumah tangga, 2008. http://www.damandiri.or.id/file
/wahidipbtinjauan.pdf. (22 Maret 2008).
Lassa, Jonatan. Politik Ketahanan
Pangan Indonesia 1950-2005. http://www.zef.de/ (22 Maret 2008).
Martaja, Urgensi Membangun
Kemandirian Pangan, 2008.
http://www.suarakarya-online.com/news.htm (22 Maret 2008).
[1] Bayu Dwiwiddy Jatmiko dan Ratri Novita Erdianti,
Analisis Kebijakan Budidaya Tanaman dalam
Effektifitas Budidaya Tanaman Petani Tradisional, DP2M UMM, 2014.
[2] Menurut Ketua Badan
Pertimbangan Organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo
Husodo.
[3] Dengan Draft
Permentan tentang Pedoman Perizinan dan Usaha Budidaya Tanaman, yang merupakan
turunan dari Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman,
di mana PP ini adalah turunan dari Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman
0 komentar:
Posting Komentar