FORMASI
DAN SISTEM PENGADAAN PEGAWAI
(disarikan dan di up load lagi, dari beberapa artikel)
Email: bayu.dj15@yahoo.com
Formasi adalah
jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan dalam suatu
satuan organisasi Negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka
waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat dan beban kerja yang harus
dilaksanakan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang
Formasi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 54 tahun 2003.
Dasar hukum tentang
Pengadaan Pegawai Negeril Sipil adalah Peraturan Pemerintah Nomor 98 tahun 2000
dan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2002
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong.
Sedangkan yang dimaksud dengan Pejabat Pembina Kepegawaian
adalah pejabat yang mempunyai kewenagan mengangkat, memindahkan, dan
memberhentikan Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, seperti Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris,
Pimpinan Lembaga Pemerintah Negara, Gubenur dan Bupati / walikota.
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai dari
Perencanaan, Pengumunan, Pelamaran, Penyaringan, Pengangkatan Calon Pegawai
Negeri Sipil dengan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Persyaratan
yang harus dipenuhi oleh pelamar dalam rangka pengadaan dan penerimaan Pegawai
baru untuk mengisi formasi yang ada dan ditetapkan, adalah sebagai berikut ;
1.
Warga Negara Indonesia (WNI)
2.
Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya 35
(tiga puluh lima) tahun.
3.
Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan sesuatu tindak
pidana kejahatan.
4.
Tidak pernah diberhentikan dengan tidak hormat atas permintaan sendiri atau
tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil / Anggota Tentara Nasional
Indonesia / Anggota Kepolisian Negara, atau diberhentikan dengan tidak hormat
sebagai pegawai swasta.
5.
Tidak berkedudukan sebagai Calon atau Pegawai Negeri.
6.
Mempunyai Pendidikan, Kecakapan, Keahlian dan Keterampilan yang diperlukan.
7.
Berkelakuan baik.
8.
Sehat jasmani dan rohani.
9.
Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau
Negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah.
10.
Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan, termasuk syarat khusus
yang ditentukan instansi yang bersangkutan.
TUGAS POKOK
Bidang
Informasi Kepegawaian dan Pengadaan Pegawai dipimpin oleh seorang Kepala Bidang
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan yang mempunyai
tugas pokok merencanakan operasional, mengelola, mengoordinasikan, mengendalikan,
mengevaluasi dan melaporkan urusan informasi dan administrasi
kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai.
FUNGSI
Dalam
meyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut di atas, Bidang Informasi
Kepegawaian dan Pengadaan Pegawai mempunyai fungsi:
- Perencanaan operasional urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai;
- Pengelolaan urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai;
- Pengendalian, evaluasi dan pelaporan urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai; dan
- Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
RINCIAN TUGAS
Dalam
melaksanakan fungsinya sebagaimana tersebut di atas, Bidang Informasi
Kepegawaian dan Pengadaan Pegawai mempunyai uraian tugas sebagai berikut:
- Merencanakan operasional informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai sebagai pedoman pelaksanaan tugas;
- Menyampaikan bahan dan melaksanakan Rencana Strategis dan Rencana Kerja Badan Kepegawaian Daerah dalam rangka kelancaran tugas;
- Menghimpun bahan-bahan RPJPD dan RPJMD urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai sebagai bahan penyusunan RPJPD dan RPJMD Kabupaten;
- Menghimpun bahan-bahan LPPD dan LPPD akhir masa jabatan urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai sebagai bahan penyusunan LPPD dan LPPD akhir masa jabatan Bupati;
- Menghimpun bahan-bahan LKPJ akhir tahun dan akhir masa jabatan Bupati dalam urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai;
- Merumuskan bahan laporan akuntabilitas kinerja informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai yang akan dikoordinasikan oleh Sekretariat sebagai pertanggungjawaban Kepala Badan Kepegawaian Daerah kepada Bupati;
- Mengelola dan menganalisa urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai;
- Merumuskan bezzeting pegawai sebagai dasar penyusunan formasi pegawai;
- Meneliti bahan fasilitasi Pembuatan kartu Pegawai Negeri Sipil (KARPEG), kartu istri Pegawai Negeri Sipil (KARIS) dan kartu suami Pegawai Negeri Sipil (KARSU);
- Melaksanakan pembangunan Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
- Melaksanakan penyusunan data dan informasi kepegawaian di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
- Melaksanakan pemutakhiran data Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
- Melaksanakan penyusunan Daftar Nominatif Pegawai Negeri Sipil Daerah;
- Melaksanakan penyusunan Daftar Urut Kepangkatan (DUK) Pegawai Negeri Sipil Daerah;
- Melaksanakan penyusunan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten setiap tahun anggaran;
- Menyusun bahan penetapan Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah di Kabupaten setiap tahun anggaran;
- Menyusun bahan pengusulan Formasi Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten setiap tahun anggaran;
- Menyusun bahan perumusan kebijakan teknis pengadaan Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
- Menyusun bahan pelaksanaan pengadaan Pegawai Negeri Sipil Daerah sesuai dengan formasi yang telah ditetapkan;
- Menyusun bahan Nota Pengajuan Usul NIP(Nomor Identitas Pegawai) bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah ke Badan Kepegawaian Negara;
- Menyusun bahan penetapan kebijakan teknis pengangkatan calon Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
- Menyusun bahan perumusan penetapan Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Majalengka;
- Menyusun bahan perumusan penetapan Pengangkatan calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
- Menyusun bahan perumusan penetapan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
- Menyusun bahan perumusan penetapan perpanjangan pegawai tidak tetap (PTT) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
- Menyusun bahan pemberian surat persetujuan bagi PNSD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka yang akan pindah ke instansi lain;
- Menyusun bahan pemberian surat persetujuan bagi PNS dari instansi lain yang akan pindah menjadi PNSD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
- Mengendalikan dan mengevaluasi urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai;
- Melaksanakan tugas-tugas yang dilimpahkan Kepala Badan sebagai pengguna anggaran APBD pada Badan Kepegawaian Daerah;
- Mempertanggungjawabkan laporan-laporan kegiatan, keuangan secara, bulanan, triwulan, tahunan yang akan dikoordinasikan Sekretariat pada Badan Kepegawaian Daerah;
- Mengendalikan Pelaksana Teknis Kegiatan lingkup Bidang Informasi Kepegawaian dan Pengadaan Pegawai;
- Melakukan pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah di lingkup bidang Informasi Kepegawaian dan Pengadaan Pegawai;
- Mempelajari, memahami dan melaksanakan peraturan perundang-undangan, ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan administrasi umum, keuangan serta perencanaan, evaluasi dan pelaporan;
- Memberikan saran dan pertimbangan teknis informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai kepada atasan;
- Membagi tugas kepada bawahan agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
- Membimbing atau memberikan petunjuk terhadap pembagian tugas kepada bawahan berdasarkan pembagian tugas agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar;
- Menilai hasil kerja bawahan secara berjenjang untuk bahan pengembangan karier;
- Melaporkan hasil pelaksanaan tugas dan/atau kegiatan kepada atasan; dan
- Melaksanakan tugas kebadanan lainnya yang diberikan oleh atasan.
PENEMPATAN , PROMOSI DAN MUTASI
Dari
sisi regulasi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, bahwa Pejabat
Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota (Bupati/Walikota) berwenang untuk
melakukan pemindahan (mutasi) PNS atas dasar pertimbangan pengembangan pola
karir, penyegaran organisasi, dan peningkatan kinerja. Namun, ironisnya
pemerintah atau pemerintah daerah saat ini belum mempunyai sistem pola karir
pegawai yang jelas dan instrumen penilaian/evaluasi kinerja PNS yang terukur,
obyektif dan transparan. Akibatnya, setiap kali akan dilakukan mutasi dan
promosi pegawai selalu menimbulkan keresahan di kalangan pegawai. Penempatan
pegawai ke dalam suatu jabatan juga cenderung tidak didasarkan pada kebutuhan
dan tuntutan kompetensi jabatan sehingga berimplikasi pada penempatan pegawai
yang tidak "tepat tempat" (right place) dan tidak "tepat
orang" (right man).
Agar
mutasi pegawai dapat menjadi bagian dari sistem pembinaan manajemen PNS yang
kredibel, profesional dan akuntabel, maka pemerintah dan pemerintah daerah
harus segera melakukan berbagai upaya strategis, yakni : (1) menyusun sistem
pola karir pegawai. Ini akan memberikan kepastian adanya sistem penempatan
pegawai secara vertikal maupun horisontal yang berbasis pada kebutuhan
kompetensi; (2) sistem diklat PNS diarahkan berbasis kompetensi sehingga
kegiatan diklat memiliki relevansi dengan pengembangan karir pegawai, khususnya
mutasi dan promosi; (3) melakukan assessmen kompetensi terhadap calon PNS yang
akan dimutasi dan dipromosikan. Saat ini, beberapa pemerintah kabupaten sudah
memulai menerapkan assessment center terhadap PNS untuk kebutuhan
penempatan (promosi dan mutasi). Langkah-langkah mendasar tersebut akan mampu
mengurangi ekses negatif kebijakan promosi dan mutasi PNS dan upaya politisasi
birokrasi di daerah.
a. Penempatan
Penempatan personel dalam MSDM adalah proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada personel yang lulus dalam seleksi untuk dilaksanakan sesuai dengan ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu mempertanggungjawabkan atas segala risiko dan kemungkinan-kemungkinan atas tugas dan pekerjaan, wewenang, dan tanggungjawab tersebut (Djamin, 1995: 70). Sedangkan penempatan personel menurut Wether dan Davis (1990:225): “Placement is assignment of new empoyee to a new different job it includes the initial assignment of new employee and the promotion, transfer, or demotion of present employee”.
Dari definisi diatas, maka secara bebas penulis artikan bahwa penempatan tenaga kerja atau yang menyangkut personel baru artinya pengaturan awal bagi suatu jabatan, sedangkan penempatan bagi personel lama mengandung arti promosi, mutasi dan demosi.
b.Kompetensi
Persoalan dalam impelementasi MSDM berbasis kompetensi menurut Murgiyono (2002: 11) adalah bagaimana dapat mengetahui, mengukur, dan mengembangkan kompetensi untuk membina pegawai yang profesional. Ini selaras dengan tujuan utama kompetensi pegawai yaitu:
1) sebagai persyaratan dalam penyusunan pola karir personel,
2) menjamin obyektifitas, keadilan dan transparansi dalam pengangkatan personel dalam jabatan,
3) menjamin keberhasilan pelaksanaan tugas jabatan secara profesional, efektif, dan efisien, dan
4) mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Penempatan personel dalam MSDM adalah proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada personel yang lulus dalam seleksi untuk dilaksanakan sesuai dengan ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu mempertanggungjawabkan atas segala risiko dan kemungkinan-kemungkinan atas tugas dan pekerjaan, wewenang, dan tanggungjawab tersebut (Djamin, 1995: 70). Sedangkan penempatan personel menurut Wether dan Davis (1990:225): “Placement is assignment of new empoyee to a new different job it includes the initial assignment of new employee and the promotion, transfer, or demotion of present employee”.
Dari definisi diatas, maka secara bebas penulis artikan bahwa penempatan tenaga kerja atau yang menyangkut personel baru artinya pengaturan awal bagi suatu jabatan, sedangkan penempatan bagi personel lama mengandung arti promosi, mutasi dan demosi.
b.Kompetensi
Persoalan dalam impelementasi MSDM berbasis kompetensi menurut Murgiyono (2002: 11) adalah bagaimana dapat mengetahui, mengukur, dan mengembangkan kompetensi untuk membina pegawai yang profesional. Ini selaras dengan tujuan utama kompetensi pegawai yaitu:
1) sebagai persyaratan dalam penyusunan pola karir personel,
2) menjamin obyektifitas, keadilan dan transparansi dalam pengangkatan personel dalam jabatan,
3) menjamin keberhasilan pelaksanaan tugas jabatan secara profesional, efektif, dan efisien, dan
4) mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Prasyarat diatas
sesuai dengan pendapat Mitrani (1995:27) yang mengartikan kompetensi sebagai
kemampuan, yaitu: “suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya dapat
meningkatkan prestasi kerja”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan yang
dimaksudkan dengan kompetensi adalah karakteristik dasar yang dimiliki
seseorang berupa pengetahuan, keahlian, sikap/perilaku yang diperlukan dalam
melaksanakan tugas jabatannya, sehingga dapat meningkatkan prestasi kerja
secara profesional.
Menurut Spencer & Spencer (1993: 9), ada lima karakteristik kompetensi yaitu:
1) Motives, adalah sesuatu yang selalu dipikirkan dan diinginkan seseorang yang dapat mengarahkan, mendorong atau menyebabkan orang melakukan tindakan. Motivasi ini mengarahkan seseorang untuk menentukan atau menetapkan tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan (Armstrong, 1990: 68).
Menurut Spencer & Spencer (1993: 9), ada lima karakteristik kompetensi yaitu:
1) Motives, adalah sesuatu yang selalu dipikirkan dan diinginkan seseorang yang dapat mengarahkan, mendorong atau menyebabkan orang melakukan tindakan. Motivasi ini mengarahkan seseorang untuk menentukan atau menetapkan tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan (Armstrong, 1990: 68).
2) Traits,
merujuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap
berbagai situasi atau informasi.
3) Self concept,
yakni sikap, nilai atau image yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri.
Self concept ini akan memberikan keyakinan pada seseorang siapa jatidirinya dan
perilakunya.
4) Knowledge,
adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu.
5) Skill, merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas mental atau tugas fisik tertentu. Berbeda dengan keempat karakteristik kompentensi lainnya yang bersifat “inten” dalam diri individu, skill merupakan karakteristik kompetensi yang berupa “action”. Skill mewujudkan sebagai perilaku yang didalamnya terdapat motives, traits, self concept, dan knowledge.
5) Skill, merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas mental atau tugas fisik tertentu. Berbeda dengan keempat karakteristik kompentensi lainnya yang bersifat “inten” dalam diri individu, skill merupakan karakteristik kompetensi yang berupa “action”. Skill mewujudkan sebagai perilaku yang didalamnya terdapat motives, traits, self concept, dan knowledge.
PEMBINAAN,
PENGEMBANGAN DAN PELATIHAN
Edwin
B. Flippo menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai pelaksana dan
pengembangan untuk tingkat pemimpin.
Istilah-istilah
yang dikemukakan oleh adalah training operative personal, dan executive
development J.C Denyer menggunakan istilah-istilah induction training, job
training, supervisory training, management training, dan executive development.
Wexley
dan Yukl (1976:282) mengemukakan bahwa :
Training
and development are term is refering to planned efforts designed facilitate the
acquisition of relevant skill, knowledge and attitudes by organization members.
(Pelatihan
dan Pengembangan adalah istilah yang mengarah pada usaha yang terencana yang
dirancang untuk memfasilitasi kebutuhan keterampilan, pengetahuan dan sikap
yang sesuai dengan anggota organisasi).
Berdasarkan
pendapat Andrew E. Sikula dapat dikemukakan bahwa pelatihan (training) adalah
suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis
dan terorganisir di mana pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan
keterampilan tknis dalam tujuan terbatas. Pengembangan merupakan suatu proses
pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan
terorganisir di mana pegawai manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan
teoritis guana mencapai tujuan yang umum.
Gary
Dessler (1997,h.263) mendefinisikan pelatihan sebagai proses mengajarkan
karyawan baru atau yang ada sekarang , keterampilan dasar yang mereka butuhkan
untuk menjalankan pekerjaan mereka.
Menurut
Anwar Prabu Mangkunegara (2001, 43), penggunaan istilah pelatihan (training)
dan pengembangan (development) dikemukakan para ahli, yaitu Dale Yoder
menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai pelaksana dan pengawas. Sedangkan
istilah pengembangan ditunjukan untuk pegawai tingkat menajemen. Istilah yang dikemukakan
oleh Dale Yoder adalah rank and file training, supervisor training, dan
management development.
Pelatihan
adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu
pencapaian tujuan organisasional. Dalam pengertian terbatas, pelatihan adalah
memberikan karyawan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat
diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. (Mathis dan
Jackson, 2004,h.301).
Pelatihan
adalah program-program untuk memperbaiki kemampuan melaksanakan pekerjaan
secara individual, kelompok dan/atau berdasarkan jenjang jabatan dalam
organisasi/perusahaan. Pelatihan juga merupakan proses melengkapi para pekerja
dengan keterampilan khusus atau kegiatan membantu para pekerja dalam
memperbaiki pelaksanaan pekerja yang tidak efisien. (Hadari Nawawi,
2005,h.208).
Training
helps employees do their work better. (Jhon Ivancevich, 2007,h.394).
(Pelatihan
membantu karyawan bekerja lebih baik).
Dengan
demikian, istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai pelaksana dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan
diperuntukan bagi pegawai tingkat manajerial dalam rangka meningkatkan
kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas
human relation.
Selanjutnya
Wexley dan Yukl menjelaskan pula bahwa :
Development
focuses more on improving the decision making and human relations skills and
the persentation of a more factual and narrow subject matter.
(Pengembangan
memusatkan pada peningkatan dan penyempurnaan pengambilan keputusan dan
keterampilan hubungan masyarakat serta penyajian segala sesuatu yang lebih
faktual dan lebih sempit).
Pengembangan
mempunyai cakupan yang lebih luas dan terfokus pada pemberian individu dengan
kapabilitas baru yang berguna untuk pekerjaan sekarang maupun masa depan.
Pengembangan adalah usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan para karyawan
untuk menangani beraneka tugas. (Mathis dan Jackson, 2004, h.301dan h.350).
Development
prepares individuals for the future. It focuses on learning and personal
development. (Jhon Ivancevich, 2007,h.394).
(Pengembangan
mempersiapkan individu di masa yang akan datang. Pengenbangan difokuskan pada
pembelajaran dan pengembangan pribadi).
Pendapat
Wexley dan Yukl lebih memperjelas mengenai penggunaan istilah pelatihan dan
pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan
istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana yang
diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan dan sikap-sikap
pegawai atau anggota organisasi. Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan
kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia (human
relation) bagi manajemen tingkat atas dan menengah, sedangkan pelatihan
dimaksudkan untuk pegawai tingkat bawah (pelaksana).
Meunrut
Hasibuan (2003, hal 68), pengembangan (development) adalah fungsi
operasional kedua dari manajemen personalia. Pengembangan karyawan baru/lama
perlu dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Agar pengembangan dapat
dilaksanakan dengan baik, harus lebih dahulu ditetapkan suatu program
pengembangan karyawan.Pengembangan adalah suatu usaha yang meningkatka n
kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan/ jabatan melalui pendidikan dan latihan.
Efisiensi
organisasi sangat tergantung dari baik buruknya pengembangan anggota organisasi
sendiri. Tujuan perusahaan dapat dicapai, jika karyawannya terlatih dengan baik
dan tepat pada bidangnya. Latihan yang baik diperlukan setiap saat, selain oleh
karyawan baru, juga oleh karyawan lama. Karyawan baru memerlukan latihan
pengenalan dan keterampilan sebelum menjalankan tugas dan kewajiban yang
dibebankan kepadanya.
Sedangkan
karyawan lama membutuhkan pelatihan karena adanya tuntutan baru ditugasnya yang
selau berkembang, atau untuk mempersiapkan diri jika terjadi mutasi. Latihan
untuk karyawan, jika diberikan dengan tepat dan diselenggarakan dengan baik,
akan mendorong mereka untuk bekerja lebih keras lagi. Karyawan yang lebih
mengetahui dengan lebih baik tugas dan tanggung jawabnya, akan berusaha
mencapai tingkat prestasi kerja yang lebih tinggi.
Kesadaran
para pengusaha akan pentingnya latihan bagi karyawan untuk dapat mengikuti
perubahan teknologi yang akan dipakai pada perusahaan, mendorong peran
pelatihan menjadi semakin penting. Perusahaan akan bersedia menyisihkan
sebagian anggarannya untuk kepentingan karyawan, karena pengeluaran ini
merupakan investasi yang memberikan bahwa karyawan akan menjadi anggota
organisasi yang kompeten. Ini sangat dirasakan untuk industri yang berada pada
kondisi pelatihan teknologi. Pada kondisi itu perusahaan mampu menggunakan
teknologi yang lebih maju agar dapat mempertahankan dinamika usahanya.
Penggunakan teknologi baru akan menciptakan pekerjaan, kegiatan, dan peluang
baru.
Manajer
yang efektif menyadari bahwa latihan adalah proses berjalan terus-menerus,
bukan proses yang hanya terjadi sesaat. Pramasalahaan baru, prosedur kerja
baru, peralatan kerja baru, pengetahuan mutakhir, dan yang menyebabkan jabatan
baru, selalu timbul dalam organisasi yang dinamik. Keadaan yang dinamik itu
mendorong terjadinya perubahan kebijaan pada proses dan sistem manajemen,
misalnya dalam pemberian instruksi pada karyawan.
Munculnya
kondisi baru dalam perusahaan mendorong manajemen untuk terus memperhatikan dan
menyusun program latihan yang terus menerus (continuous). Adanya karyawan yang
keluar, mutasi pekerjaan atau tugas, dan adanya promosi jabatan, juga mendorong
manajemen untuk terus menyusun program yang berbeda-beda.
Dari
konsep yang diajukan oleh Mason Haire, dapat disimpulkan bahwa pada suatu
organisasi aka selalu terjadi pergeseran jabatan. Pada pergeseran jabatan itu
akan terdapat karyawan yang keluar, yang dipromosikan, dan yang ditarik atau
direkrut untuk mengisi lowongan jabatan sebagai akibat dari keluarnya atau
adanya promosi. Karyawan yang keluar bisa disebabkan oleh usia dengan hak
pensiun, atau dengan hak pesangon. Atau bisa juga sebagai akibat dari
kecelakaan. Karyawan yang mengalami musibah seperti itu tidak memungkinkan ia
bekerja dengan benar.
Misalnya
cacat fisik tertentu tidak memungkinkan karyawan bekerja pada keadaan yang
menuntut persyaratan khusus. Karyawan yang keluar tentunya harus diganti agar
kebutuhan akan jumlah karyawan untuk melaksanakan dan mengerjakan suatu
penugasan tetap terpenuhi. tujuannya agar tingkat produktivitas perusahaan
tetap bisa dipertahankan atau kalau mungkin bahkan diperbaiki. Demikian juga
jabatan yang lowong, yang karena jabatnnya telah dipromosikan, perlu diisi
kembali. Perusahaan harus menarik karyawan (baru) untuk mengganti karyawan yang
dipromosikan tersebut. Karyawan yang baru direkrut harus menjalani masa
latihan, agar mereka mampu menjalankan tugas dengan baik.
Karyawan
yang dipromosikan tentunya juga harus menjalani pelatihan, agar mampu
melaksanakan tugas baru dengan tepat dan dengan sebaik-baiknya. Karena itu
jelaslah bahwa program pelatihan itu sangat penting untuk menjamin adanya
kesinambungan pekerjaan dan penugasan dalam suatu organisasi untuk
mempertahankan eksistensi dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Menurut
Veithzal Rivai (2008, h 226) pengembangan manajemen adalah suatu proses
bagaimana manajemen mendapatkan pengalaman, keahlian dan sikap untuk menjadi
atau meraih sukses sebagai pemimpin dalam organisasi mereka. Karena itu,
kegiatan pengembangan ditujukan membantu keryawan untuk dapat menangani
jawabanya di masa mendatang, dengan memperhatikan tugas dan kewajiban yang
dihadapi dekarang.
Karena
adanya perbedaan antara kegiatan pelatihan (sekarang) dan pengembangan (di masa
mendatang) menyebabkan sering kabur dan hal ini merupakan salah satu
permasalahan utama. Apabila dilihat dari perspektif keseluruhan, perbedaan
antara kegiatan pelatihan untuk bidang tugas yang sekarang dengan kegiatan
pengembangan untuk suatu tanggung jawab di masa mendatang makin kabur. Umumnya
suatu perusahaan melakukan usaha untuk menciptakan sesuatu adalah suatu
organisasi di mana orang-orang bergabung untuk melakukan kegiatan belajar yang
terus-menerus.
Walaupun
pelatih dapat membantu karyawan untuk mengerjakan pekerjaan mereka saat ini,
keuntungan dari program pelatihan dapat diperoleh sepanjang karirnya dan dapat
membantu peningkatan karirnya di masa mendatang. Pengembangan, sebaliknya,
dapat membantu individu untuk memegang tanggung jawab di masa mendatang.
Jenis-jenis
Pelatihan
Menurut Mathis dan Jackson (2004,h.318)
pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi tujuan berbeda dan dapat
diklasifikasikan ke dalam berbagai cara, yang meliputi :
a.
Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin : dilakukan untuk memenuhi berbagai syarat
hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua karyawan
(orientasi karyawan baru).
b.
Pelatihan pekerjaan/teknis : memungkinkan para karyawan untuk melakukan
pekerjaan, tugas dan tanggung jawab mereka dengan baik.
c.
Pelatihan antarpribadi dan pemecahan masalah : dimaksudkan untuk mengatasi
masalah operasional dan antarpribadi serta meningkatkan hubungan dalam pekerjaan
organisasional.
d.
Pelatihan perkembangan dan inovatif : menyediakan fokus jangka panjang untuk
meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa depan.
Tujuan
Pengembangan dan Pembinaan karyawan
Menurut
Hasibuan (2003, h 70) pengembangan karyawan bertujuan dan bersifat bagi
perusahaan, karyawan, konsumen, atau masyarakat yang mengkonsumsi barang/jasa
yang dilaksanakan perusahaan. Tujuan pengembangan hakikatnya menyangkut hal-hal
berikut:
a.
Produktivitas kerja
Dengan pengembangan, produktivitas kerja
karyawan akan meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena
technical skill, human skill, dan managerial skill karyawan yang semakin baik.
b. Efisiensi
Pengembangan
karyawan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku, dan
mengurangi ausnya mesin-mesin. Pemborosan berkurang, biaya produksi relatif
kecil sehingga daya saing perusahaan semakin besar.
c.
Kerusakan
Pengembangan
karyawan bertujuan untuk mengurangi kerusakan barang, produksi, mesin-mesin
karena karyawan semakin ahli dan terampil dalam melaksanakan pekerjaannya.
d.
Kecelakaan
Pengembangan
bertujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan, sehingga jumlah biaya
pengobatan yang dikeluarkan semakin ahli dan terampil dalam melaksanakan
pekerjaannya.
f.
Pelayanan
Pengembangan
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari karyawan kepada
nasabah perusahaan, karena pemberian pelayanan yang baik merupakan daya penarik
yang sangat penting bagi rekanan-rekanan perusahaan bersangkutan.
g.
Moral
Dengan
pengembangan, moral karyawan akan lebih baik karena keahlian dan
keterampilannya sesuai dengan pekerjaannya sehingga antusias untuk
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
h.
Karier
Dengan
pengembangan, kesempatan untuk meningkatkan karier karyawan semakin besar,
karena keahlian, keterampilan, dan prestasi kerjanya lebih baik. Promosi ilmiah
biasanya didasarkan kepada keahlian dan prestasi kerja seseorang.
i.
Konseptual
Dengan
pengembangan, manajer semakin cakap dan cepat dalam mengambil keputusan yang
lebih baik, karena technical skill, human skill, dan managerial skill-nya lebih
baik.
j.
Kepemimpinan
Dengan
pengembangan, kepemimpinan seseorang manajer akan lebih baik, human
relation-nya lebih luwes, memotivasinya lebih terarah sehingga pembinaan kerja
sama vertikal dan horizontal semakin harmonis.
k.
Balas jasa
Dengan
pengembangan, balas jasa (gaji, upah, insentif, dan benefits) karyawan akan
meningkat karena prestasi kerja mereka semakin besar.
l.
Konsumen
Pengembangan
karyawan akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat konsumen karena
mereka akan memperoleh barang atau pelayanan yang lebih bermutu.
Tujuan
organisasi akan tercapai jika karyawan melakukan tugasnya dengan tepat dan
sebaik-baiknya. Untuk meningkatkan kemampuan kerja karyawan, organisasi harus
mengusahakan pengembangan karyawan. Jadi tujuan pengembangan karyawan adalah
untuk dapat memperbaiki efektifitas kerja karyawan dalam mencapai tujuan dan
sasaran kerja.
Perbaikan
efektifitas kerja dapat dilakukan melalui : (1) peningkatan pengetahuan, (2)
perbaikan keterampilan, (3) pembinaan sikap karyawan terhadap pekerjaannya, dan
terhadap tugas-tugasnya. Dengan upaya peningkatan efektifitas kerja itu
timbulah pengertian yang sangat teknis spesifik, bahwa pengembangan mempunyai
konotasi usaha peningkatan pengetahuan dan keterampilan, sedangkan pembinaan
adalah upaya untuk merubah sikap seseorang terhadap persepsi mengenai dirinya
dan mengenai pekerjaan yang dihadapinya.
Pengetahuan
karyawan mengenai pelaksanaan tugas maupun pengetahuan umum (yang ada
hubungannya dengan pelaksanaan tugas), menentukan keberhasilan pelaksanaan
tugas itu sendiri. Karyawan yang kurang memiliki pengetahuan yang cukup tentang
bidang kerja (seperti karyawan baru) akan bekerja dengan tersendat-sendat.
Pemborosan bahan, waktu dan faktor produksi lainnya sering dilakukan oleh
mereka belum yang cukup mempunyai pengetahuan dibidang kerjanya. Pemborosan ini
akan mempertinggi biaya pencapaian tujuan organisasi. Karena itulah karyawan
harus dibina dan dikembangkan agar mereka tidak berbuat sesuatu yang bisa
merugikan usaha mencapai tujuan organisasi.
Keterampilan
karyawan merupakan salah satu faktor utama dalam usaha mencapai sukses bagi
pencapaian tujuan organisasi. Bagi karyawan baru, atau yang menghadapi
pekerjaan baru, diperlukan tambahan keterampilan untuk dapat melaksanakan tugas
dengan baik. Selain keterampilan, diperlukan pengetahuan dasar yang cukup
memadai bagi karyawan untuk penyelesaian pekerjaan. Namun, pengetahuan dan
keterampilan saja sebelum cukup untuk mencapai suksesnya tujuan. Sikap
(attitude) karyawan terhadap pelaksanaan tugas merupakan faktor kunci dalam
mencapai keberhasilan.oleh karena itu pembinaan sikap juga harus dilaksanakan
dalam kerangka pengembangan kemampuan karyawan secara keseluruhan.
Adanya
perbedaan dalam obyek pengembangan, yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap
karyawan, membawa konsekwensi pada metoda peningkatan efektifitas karyawan.
Perkembangan pengetahuan bisa dilaksanakan dengan cara-cara perkuliahan,
menggunakan audiovisual aids (AVA), dan instruksi yang telah diprogramkan.
Keterampilan dapat dikembangkan melalui pelatihan-pelatihan dengan fokus kepada
kemampuan dasar fisik karyawan. Namun pembinaan sikap haya bisa dilakukan
melalui proses dinamika kejiwaan, yaitu melelui metoda permainan (games),
sensitivity training dan lain-lain yang sejenis..
Menurut
Anwar Prabu Mangkunegara (2001, h 45) tujuan pelatihan dan pengembangan yaitu:
a.
Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi.
b.
Meningkatkan produktivitas kerja.
c.
Meningkatkan kualitas kerja.
d.
Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia.
e.
Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.
f.
Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
g.
Menghindarkan kesehatan dan keselamatan kerja.
h.
Menghindari keusangan (obsolescence).
i.
Meningkatkan perkembangan pegawai.
Menurut
Veithzal Rivai (2008, h 229), tujuan atau sasaran dari pelatihan dan
pengembangan pada dasarnya dapat dikembangkan dari serangkaian pertanyaan
sebagai berikut:
a. Keefektifan/validasi pelatihan
Apakah
peserta memperoleh keahlian, pengetahuan dan kemampuan selama pelatihan.
b.
Keefektifan pengalihan/transfer ilmu pengetahuan
Apakah
pengetahuan, keahlian atau kemampuan yang dipelajari dalam pelatihan dapat
meningkatkan kinerja kinerja dalam melakukan tugas.
c.
Keefektifan/validitas intraorganisasional
Apakah
kinerja pekerjaan dari grup baru yang menjalani program pelatihan di perusahaan
yang sama dapat dibandingkan dengan kinerja pekerjaan dari grup sebelumnya.
d.
Keefektifan/validasi interorganisasional
Dapatkah
suatu program pelatihan yang ditetapkan di satu perusahaan berhasil
diperusahaan yang lain.
Tujuan
dari pelatihan dan pengembangan adalah:
a.
Untuk meningkatkan kualitas output
b.
Untuk meningkatkan kuantitas output
c.
Untuk menurunkan biaya limbah dan perawatan.
d.
Untuk menurunkan jumlah dan biaya terjadinya kecelakaan
e.
Untuk menurunkan turnover, ketidakhadiran kerja serta meningkatkan kepuasan
kerja
f.
Untuk mencegah timbulnya antipati karyawan
Prinsip
dan Jenis Pengembangan
Menurut
Hasibuan (2003, h 72), prinsip pengembangan adalah peningkatan kualitas dan
kemampuan bekerja karyawan. Program pengembangan adalah jenis rencana yang
konkrit karena didalamnya sudah tercantum sasaran, kebijaksanaan, prosedur,
anggaran, dan waktu pelaksanaannya. Jelasnya suatu program sudah pasti
dilakuakan. Jenis-jenis pengembangan dikelompokan atas pengembangan secara
informal dan pengembangan secara formal. Pengembangan secara informal yaitu
karyawan atas keinginan dan usaha sendiri melatih dan mengembangkan dirinya
dengan mempelajari buku-buku literatur yang ada hubungannya dengan pekerjaan
atau jabatannya.
Pengembangan
secara informal menunjukan bahwa karyawan tersebut berkeinginan keras secara
informal menunjukan bahwa tersebut berkeinginan keras untuk maju dengan cara
meningkatkan kemampuan kerjanya. Hal ini bernanfaat bagi perusahaan karena
prestasi kerja karyawan semakin besar, di samping efisiensi dan
produktifitasnya juga semakin baik. Pengembangan secara formal yaitu karyawan
ditugaskan perusahaan untuk mengikuti pendidikan atau latihan, baik yang
dilakukan perushaan maupun yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan
atau latihan. Pengembangan secara formal dilaksanakan perusahaan karena
tuntutan pekerjaan saat ini ataupun masa yang akan datang, yang sifatnya
ninkarier atau peningkatan kareier seorang karyawan.
Menurut
Mc. Gehee dalam Anwar Prabu Mangkunegara (2001, h 44) merumuskan
prinsip-prinsip perencanaan pelatihan sebagai beikut:
a.
Materi harus diberikan secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan.
b.
Tahapan-tahapan tersebut harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.
c.
Penatar harus mampu memotivasi dan menyeberangkan respon yang berhubungan
dengan serangkaian materi pelajaran.
d.
Adanya penguat (reinforencement) guna membangkitkan respon yang positif dari
peserta.
e.
Menggunakan konsep shaping (pembentukan) prilaku.
Metode
Pengembangan
Menurut
Anwar Prabu Mangkunegara (2001, h 57) dijelaskan sebagai berikut :
a.
Metode Pelatihan
Beberapa
metode pelatihan dapat digunakan pula untuk metode pengembangan. Hal ini
karena beberapa pegawai adalah manajer, dan semua manajer adalah pegawai.
Metode pelatihan yang sering digunakan dalam pengajaran pengembangan antara
lain simulasi, metode konferensi, studi kasus, dan bermain peran.
b.
Understudies
Understudy
adalah mempersiapkan peserta untuk melaksanakan pekerjaan atau mengisi suatu
posisi jabatan tertentu. Peserta pengembangan tersebut, pada masa yang akan
datang akan menerima tugas dan bertanggung jawab pada posisi jabatannya. Konsep
understudies merupakan suatu teknik perencanaan pegawai yang dikualifikasikan
untuk mengisi jabatan manajer. Teknik pengembangan understudy serupa dengan
metode on the job.
Belajar
dengan berbuat ditekankan melalui kebiasaan. Pada teknik understady tugas tidak
dilakukan secara penuh, tetapi tanggung jawab yang diberikan. Dalam understudy,
peserta diberikan beberapa latar belakang masalah dan pengalaman-pengalaman
tentang suatu kejadian, kemudian mereka harus menelitinya dan membuat
rekomendasi secara tertulis tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan
tugas-tugas unit kerja.Motivasi dan minat peserta pada umumnya tinggi bilamana
digunakan teknik understudy. Konsep understudy memungkinkan perencanaan pegawai
secara sistematik dan terkoordinasi serta dapat digunakan dengan jarak waktu
lama.
c.
Job Rotation dan Kemajuan Berencana
Job
rotation melibatkan perpindahan peserta dari satu pekerjaan ke pekerjaan
lainnya. Kadang-kadang dari satu penempatan kepada penempatan lainnya
direncanakan atas dasar tujuan belajar. Kemampuan berencana tidak
mengubah keseimbangan status dan gaji, tetapi penempatan penempatan
kembali dengan asumsi mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tinggi. Sering
job rotation dilakukan dalam waktu 3 bulan sampai 2 bulan. Peserta-peserta
diberi tugas-tugas dan tanggung jawab atas bagian yang dirotasikan.
Kegiatan-kegiatan mereka dimonitor dan diawasi serta dievaluasi.
d.
Coaching-counseling
Coaching
adalah suatu prosedur pengajaran pengetahuan dan keterampilan-keterampilan pada
pegawai bawahan. Peranan job coaching adalah memberikan bimbingan kepada
pegawai bawahan dalam menerima suatu pekerjaan atau tugas dari atasannya.
Penyuluhan merupakan pemberian bantuan kepada pegawai agar dapat menerima dari,
memahami dari dan merealisasikan dari sehingga potensinya dapat berkembang
secara optimal dan tujuan perusahaan dapat tercapai.
Dengan
penyuluhan pegawai diharapkan aspirasinya dapat berkembang dengan baik dan
pegawai yang bersangkutan mampu mencapai kepuasan kerja.Perbedaan coahing dan
penyuluhan, antara lain pertama, coaching biasanya dilakukan dengan pengawasan
langsung yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, sedangkan penyuluhan
dilakukan oleh seorang ahli kepegawaian yang melibatkan hubungan manusiawi, dan
bantuan pemecahan masalah. Coaching merupakan proses waktu yang lama, sedangkan
penyuluhan antara atasan dan bawahan, sedangkan penyuluhan merupakan hubungan
seseorang ahli dengan pegawai. Coaching pelaksanaannya langsung pada area
pekerjaan, sedangkan penyuluhan pelaksanaannya dilakukan pada ruang tersendiri
yang mengutamakan penjagaan kerahasiaan secara pribadi.
Menurut
Hasibuan (2003, h 76), pelaksanaan pelatihan dan pengembangan (training and
education) harus didasarkan pada metode-metode yang telah ditetapkan dalam
program pengembangan perusahaan. Program pengembangan ditetapkan oleh
penanggung jawab pengembangan, yaitu manajer personalia atau suatu tim. Dalam
program pengembangan telah ditetapkan sasaran, proses, waktu, dan metode
pelaksanaannya. Supaya lebih baik program ini hendaknya disusun oleh manajer
personalia. Dan atau suatu tim serta mendapat saran, ide maupun kritik yang
besifat konstruktif. Metode-metode pengembangan harus didasarkan pengembangan
harus didasarkan kepada sasaran yang ingin dicapai.
Sasaran
Pengembangan Karyawan adalah:
a.
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknis pengerjaan pekerjaan atau
technical skill.
b.
Meningkatkan keahlian dan kecakapan memimpin serta mengambil keputusan atau
managerial skill dan conceptual skill.
Metode
Pengembangan terdiri atas:
a.
Metode latihan atau training
b.
Metode pendidikan atau education
Sistem
dan Metode Pelatihan Karyawan Operasional
a.
On the Job training. Metode latihan ini banyak dipakai. Atasan langsung dari
karyawan yang akan dilatih, diberi tugas untuk melatih mereka. Sistem ini
mempunyai keunggulan karena hemat, dan karena tidak perlu menyediakan fasilitas
khusus untuk latihan. Namun keberhasilan dari sistem ini masih diragukan.
Apakah atasan itu cukup mempunyai waktu untuk mengajar dengan baik, disela-sela
kesibukannya? Mereka sudah penuh dibebani tugas sehari-hari, sehingga waktu
untuk memberikan pelatihan kepada karyawan baru tidak lagi tersisa. Karena itu
keberhasilan sistem ini sangat tergantung kepada kemampuan membagi waktu dari
atasan langsung tesebut. Meskipun demikian cara ini memberi dampak psikis yang
kuat terhadap karyawan baru, karena dijalankan sendiri oleh atasanya, dan
dilakukan pada tempat kerja yang sesungguhnya.
b.
Vestibule Training, sebaliknya dari on the job training, pada cara dengan
vestibule training. Latihan tidak diberikan oleh atasan langsung melainkan oleh
pelatih khusus (staff specialist). Cara ini menghindarkan atasan langsung
dengan tugas tambahan yang terlalu memberatkan. Pelatihan diberikan oleh
pelatih yang ahli dibidangnya. Jika peserta latihan tidak memperlihatkan
prestasi yang baik, atasan langsung bisa minta pertanggung jawaban dari pelatih
yang profesional itu. Dengan cara ini, bisa terjadi perbedaan pendapat antara
pelatih dengan atasan langsung, dan bisa menimbulkan konflik berkepanjangan.
Inilah salah satu kelemahan dari vestibule training. Salah satu bentuk dari
latihan vestibule training adalah latihan “simulasi” (seperti yang bisa
diberikan kepada para calon pilot kapal terbang).
c.
Magang atau Apprenticeship, bisa digunakan untuk bekerja yang membutuhkan
keterampilan formal yang relatif memerlukan sistem dan prosedur yang lebih
rinci. Program magang bisa dikombinasikan dengan on the job training, dengan
memanfaatkan pengalaman peserta sendiri. Mereka kemudian diberi petunjuk
cara-cara mengambil manfaat dari pengalaman mereka itu. Magang bisa juga diberikan
kepada pekerjaan pengrajin (craft) seperti tukang kayu, tukang las, ahli
listrik, tukang pipa air. Dan sebagainya. Mereka menjalani masa magang,
dianggap sebagai karyawan penuh, mereka mendapatkan hak dan kewajiban sama
seperti karyawan lainnya.
d.
Kursus dan Pelatihan khusus, merupakan bentuk pengembangan karyawan yang lebih
mirip pendidikan dari pada pelatihan. Kursus-kursus ini biasanya diadakan untuk
memenuhi minat dari karyawan dibidang pengetahuan tertentu, seperti kursus
bahsa asing, kursus manajemen, kepemimpinan, dan lain sebagainya. Diberikan
dalam bentuk “programmed learning”. yaitu cara belajar menutut rencana yang
baku, diberikan dengan irama. Kecepatan dan kemampuan peserta.
Menurut
Hasibuan (2003, h 77), metode latihan harus berdasarkan kepada kebutuhan
pekerjaan tergantung pada berbagai faktor, yaitu faktor waktu, biaya, jumlah
peserta, tingkat pendidikan dasar peserta, latar belakang peserta, dan
lain-lain.
Metode
latihan menurut Andrew F. Sikula:
a.
On the job: para peserta latihan bekerja ditempat untuk belajar atau meniru
suatu pekerjaan dibawah bimbingan seorang pengawas. Metode latihan ini
dibedakan dalam dua cara. Cara informal yaitu pelatih menyuruh peserta
latihan untuk memperhatikan orang lain yang sedang melakukan pekerjaan,
kemudian ia diperintahkan untuk mempraktekannya. Cara formal yaitu supervisor
menunjuk seorang karyawan senior untuk memperhatikan pekerjaan tersebut,
selanjutnya para peserta latihan melakukan pekerajan sesuai dengan cara-cara
yang dilakukan karyawan senior.
b.
Vestibule: metode latihan yang dilakukan dalam kelas atau bengkel yang biasanya
diselenggarakan dalam suatu perusahaan industri untuk memperkenalkan pekerjaan
kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut. Melalui
percobaan dibuat suatu duplikat dari bahan, alat-alat dan kondisi yang akan
mereka temui dalam situasi kerja yang sebenarnya.
c.
Demonstration and example: metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan
dan penjelasan bagaimana cara-cara mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui
contoh-contoh atau percobaan yang didemonstrasikan, metode ini sangat efektif
karena peserta melihat sendiri teknik mengerjakannya dan diberikan
penjelasan-penjelasannya, bahkan jika perlu boleh dicoba mempraktekannya.
d.
Simulation: merupakan situasi atau pekerjaan yang ditampilkan semirip mungkin
dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya merupakan tiruan saja. Simulasi
merupakan suatu teknik untuk mencontoh semirip mungkin terhadap konsep
sebenarnya dari pekerjaan yang akan dijumpainya.
e.
Apprenticeship: suatu cara untuk mengembangkan keahlian pertukaran sehingga
para karyawan yang bersangkutan dapat mempelajari segala aspek dari
pekerjaannya.
f.
Classroom methods: metode pertemuan dalam kelas meliputi lecture (pengajaran), conference
(rapat), progammed instruction, metode studi kasus, role playing, metode
diskusi, dan metode seminar.
g.
Lecture (ceramah atau kuliah): metode yang diberikan peserta yang banyak
didalam kelas. Pelatih mengajarkan teori-teori yang diperlukan sedang yang
dilatih mencatatnya serta mempresentasikannya. Metode ini merupakan suatu
metode tradisional karena hanya pelatih yang berperan aktif sedangkan peserta
pengembangan bersikap pasif, cenderung dengan komunikasi sederana saja.
h.
Conference (rapat) pelatih memberikan suatu makalah tertentu dan peserta
pengembangan ikut serta berpartisipasi dalam memecahkan masalah tersebut.
Mereka harus mengemukakan ide dan sasarannya untuk diskusikan serta diterapkan
kesimpulannya. Para metode ini pelatih dan yang dilatih sama-sama berperan
aktif serta dilaksanakan dengan komunikasi dua arah, yang diharapkan peserta
pengembangan terlatih untuk menerima dan mempersepsikan pendapat orang lain
serta dapat mengambil kesimpulan atau keputusan dari masalah yang dhadapinya.
i.
Programmed Instruction: bentuK pelatihan sehingga peserta dapat belajar sendiri
karena langkah-langkah pengerjaan sudah diprogram, biasanya dengan komputer,
buku, atau mesin pengajar. Program ini meliputi pemecahan informasi dalam
beberapa bagian kecil sedemikian rupa sehinga dapat dibentuk program pengajaran
yang mudah dipahami dan saling berhubungan.
Metode
studi kasus: pelatih memberikan suatu kasus kepada peserta pengembengan. Kasus
ini tidak desertai dengan data yang lengkap atau sengaja disembunyikan. Peserta
ditugaskan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisa situasi, dan merumuskan
penyelesaiannya.
Role
playing: beberapa peserta ditunjuk untuk memainkan suatu peran dalam sebuah
organisasi tiruan, jadi semacam sandiwara.
Metode
diskusi: dilakukan dengan melatih peserta untuk berani memberikan pendapat dan
rumusannya serta cara-cara bagaimana meyakinkan orang lain percaya terhadap
pendapatnya. Peserta dilatih untuk menyadari bahwa tidak ada rumusan yang
mutlak benar.
Metode
seminar: bertujuan mengembangkan keahlian dan kecakapan peserta untuk menilai
dan memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat orang lain
(pembawa makalah). Peserta dilatih dapat mempersepsi, mengevaluasi, dan
memberikan saran-saran serta meneriama atau menolak pendapat atau usul orang
lain.
Langkah-langkah
Pelatihan dan Pengembangan
Menurut
Veithzal Rivai (2008, h 236), agar pelatihan dan pengembangan dapat berjalan
sesuai dengan rencana dan mencapai tujuan yang diinginkan, langkah-langkah yang
harus dilakukan adalah sebagai berikut:
Pelatihan
untuk Karyawan Staf (Operasional)
a.
Motivasi, semakin tinggi motivasi seseorang, semakin cepat orang itu mau dan
mampu mempelajari keterampilan atau pengetahuan baru. Latihan sebagai alat,
haruslah dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai karyawan (seperti upah
yang lebih tinggi, kedudukan yang lebih memberi kenyamanan)
b.
Laporan kemajuan pelatihan karyawan, laporan kemajuan keryawan sangat
diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh seorang karyawan telah memahami
pengetahuan yang baru diperolehnya.
c.
Reinforcement, apabila suatu keterampilan sedang dipelajari, proses belajar
hendaknya diperkuat dengan pengakuan dan penghargaan (memberi hadiah jika
terjadi prestasi lebih) maupun dengan memberikan teguran (jika terjadi
kekurangan). Manajer latihan harus bisa menentukan agar setiap penghargaan atau
teguran dikaitkan dengan prilaku (produktif) dari karyawan.
d.
Praktek, mempraktekan apa yang telah dipelajari, merupakan hal yang sangat
penting. Karyawan peserta latihan harus bisa mempraktekan keterampilan yang
baru diperolehnya pada suasana pekerjaan dan keadaan yang sesungguhnya.
e.
Perbedaan individual, meskipun latihan kelompok lebih ekonomis, namun harus
diingat bahwa manusia itu pada hakikatnya adalah unik. Mereka secara individual
berbeda satu sama lain. Karena itu latihan yang efektif sebenarnya adalah
latihan yang irama perjalanannya disesuaika dengan kecepatan individual
(menyerap pelajaran) dan dengan tingkat kerumitan dari pelajaran.
Prosedur
Pelatihan
Pelatihan
yang baik adalah latihan dalam proses belajar dan mengajarnya memberikan
bahan-bahan pelajaran yang baik. Sesuai dengan programnya, dan yang dibawakan
dengan baik oleh para pelatihnya, sehingga dimengerti oleh para peserta
latihan. Perlu disadari, bahwa karyawan yang baik dan ahli, belum bisa menjadi
pelatih yang baik.
Melatih
itu memerlukan penguasaan cara-cara berlatih, metodik dan didatik, atau bahkan
cara-cara mengajar orang dewasa. Persiapan dari para pelatih, pelatih harus
menguasai bagaimana menjalankan tugasnya, mengetahui apa yang diajarkan, dan
bagaimana cara mengajarkannya. Bahkan pelajaran harus dapat dibagi-bagi sesuai
dengan urutan yang masuk akal (logis), agar mudah dijelaskan.
Setiap
bagian perlu dirinci ke dalam subbagian dan masing-masing subbagian dilengkapi
dengan teknik mengajarkannya, peragaannya, dan informasi lainnya yang perlu
diketahui sebelum pelatih menghasapi peserta pelatih menghadapi peserta
latihan. Tempat latihan harus disiapkan sesuai dengan keperluannya, tersedianya
alat-alat peraga dan lingkungan yang nyaman.
Persiapan
kayawan yang dilatih, tidak cukup hanya dengan melatih pelatih, para peserta
pun harus disiapkan, dikoordinasikan, dan diminta mempersiapkan diri untuk
mengikuti proses belajar mengajar dengan sebaik-baiknya, beberapa waktu sebelum
dimulainya latihan. Juga beri waktu kepada karyawan, karena itu disarankan
untuk menyiapkan bahan-bahan latihan untuk mempersiapkan diri mengikuti
latihan.
Melakukan
peragaan latihan, banyak cara dapat ditempuh oleh pelatih, untuk membuat
peragaan dari bahan latihan, disertai dengan keterangan untuk hal-hal yang
dianggap penting. Cara berikut ini sering dilakukan oleh para pelatih:
a.
Menjelaskan urutan-urutan pekerjaan keseluruhan.
b.
Menjelaskan prosedur secara perlahan-lahan sambil merinci setiap langkah dari
urutan prosedur tersebut.
c.
Meminta para peserta untuk menerangkan kembali setiap langkah yang telah
dijelaskan.
d.
Meminta peserta untuk menjelaskan keseluruhan pekerjaan.
e.
Meminta peserta latihan untuk mempraktekan latihan. Tahap ini merupakan tahap
yang penting, karena pada tahap ini pelatih dapat mengetahui sejauhmana bahan
latihan dipahami dengan tepat oleh para peserta latihan. Seandainya semua kiat
telah dilakukan dengan benar. Kemungkinan peserta latihan sudah bisa
memahaminya, hanya tinggal menyesuaikan dengan kecepatan atau irama bahan
latihan itu diajarkan.
f.
Tindak lanjut, tahap ini merupakan tahap untuk mengamati prestasi karyawan pada
tempat mereka bekerja pada lingkungan yang sesungguhny, sesudah mereka selesai
mengikuti latihan dengan memenuhi segala persyaratan, apakah mereka sudah bisa
menjawab pertanyaan, apakah mereka sudah bisa melakukan atau mempraktekan pada
pekerjaannya sesuai dengan apa yang mereka peroleh pada saat pelatihan.
Perkembangan mereka itu harus selalu diikuti, untuk mencegah adanya keusangan
(incapacitate).
Sumber Dr.
Syamsu Hariono, SE,MM
EVALUASI
KINERJA, REWARD DAN PUNISHMENT
Pendahuluan
Pengkajian bertujuan untuk mengetahui penerapan reward
and punishmen di kepegawaian dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan tugas
para pegawai kepegawaian. Apakah sistem reward and punishmen sudah
diterapkan secara konsekuen di kepegawaian dan apa yang menjadi kendala dalam
menerapkan konsep reward and punishmen di kepegawaian. Selain itu,
pengkajian ini juga dimaksudkan untuk mencari solusi atas kendala yang dihadapi
kepegawaian dalam menerapkan sistem reward and punishmen.
Pengkajian dilakukan melalui studi kepustakaan dan diskusi
di antara anggota tim pengkaji. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa ketentuan
yang menjadi dasar penerapan reward and punishmen sebenarnya sudah ada
di kepegawaian. Hal ini antara lain bisa dilihat dalam Perja Nomor:
PER-038/A/JA/12/2009 tentang Perubahan atas Perja Nomor: PER-069/A/JA/07/2007
tentang Ketentuan-ketentuan Penyelenggaraan Pengawasan Kepegawaian RI. Dalam
Perja tersebut selain mengatur penjatuhan sanksi juga mengatur pemberian
penghargaan bagi pegawai kepegawaian yang mempunyai kinerja baik. Namun
demikian, dalam pelaksanaannya masih menemui banyak kendala antara lain belum
diterapkannya reward and punishment secara tegas dan obyektif. Untuk itu
perlu ketegasan pimpinan agar sistem reward and punishment di
kepegawaian dapat dilekasanayan secara obyektif dan transparan tanpa melihat
siapa pegawai kepegawaian tersebut.
(Pusat
Litbang Kepegawaian Agung R.I, Studi tentang Pengaruh Penerapan Reward and
Punishment Secara Konsekuen Dalam Kaitannya Dengan Semangat Peningkatan
Kinerja Pegawai, 2010)
II.
KESIMPULAN
a. Reward
dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi
seseorang untuk meningkatkan prestasinya. Dalam konsep manajeman, reward
merupakan ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan yang diberikan kepada
pegawai sesuai dengan performance (kinerja)-nya. Semakin baik kinerja
pegawai, semakin besar reward yang didapatkan. Sedangkan Punishment
adalah hukuman atau sanksi bagi seseorang yang kurang baik kinerjanya. Semakin
kurang baik kinerja seorang pegawai semakin besar pula punishment yang
didapatkan. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang
positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang
negatif. Keduanya sama-sama dibutuhkan guna memotivasi seseorang agar semakin
giat meningkatkan kinerjanya dan menjahui perbuatan yang melanggar aturan.
b. Di
Kepegawaian, sudah ada aturan yang meletakkan dasar bagi dilaksanakanannya
konsep reward dan punishment. Hal ini antara lain bisa dilihat
dalam Perja Nomor: PER-038/A/JA/12/2009 tentang Perubahan atas Perja Nomor:
PER-069/A/JA/07/2007 tentang Ketentuan-ketentuan Penyelenggaraan Pengawasan
Kepegawaian RI. Sebab walaupun Perja tersebut lebih banyak mengatur tentang punishment,
tetapi ada juga ketentuan tentang reward yaitu Pasal 38 yang
mengamanatkan agar pegawai kepegawaian yang berprestasi diberi
penghaegaan.
c. Secara
teori, penerapan reward dan punishment secara konsekuen dapat
membawa pengaruh positif, antara lain:
1). Mekanisme dan sistem kerja di kepegawaian, baik
itu sistem pengawasan, manajemen perkara dan pembinaan karir pegawai menjadi
lebih baik, karena adanya tolak ukur kinerja yang jelas;
2). Kinerja individu pegawai semakin meningkat,
karena adanya sistem pengawasan yang obyektif dan tepat sasaran; dan
3). Adaya kepastian indikator kinerja yang
menjadi ukuran kuantitatif maupun kualitatif tingkat pencapaian kinerja para
pegawai kepegawaian.
d. Walaupun secara
normatif sudah ada aturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan konsep reward dan
punishment, namun di dalam penerapannya masih mengalami berbagai kendala,
yaitu:
1). Hambatan kultural, antara lain:
· Ketiadaan suri tauladan dan
sifat-sifat kepemimpinan yang baik reward dan punishment sulit
diterpkan secara adil, obyektif dan transparan;
· Hilangnya kesadaran setiap
pegawai terhadap arah dan tujuan organisasi Kepegawaian (a sense of purpose
and direction) karena seringkali tujuan hanya diarahkan bagi kepentingan
dirinya atau kelompoknya;
· Kurangnya semangat, rasa optimisme,
serta jiwa esprit de corps yang tinggi sehingga citra organisasi
Kepegawaian nampak terpuruk tanpa kesudahan; dan
· Kurang meratanya kemampuan
teknis (technical mastery) para pegawai, sehingga kondisi tersebut
membuka peluang formasi jabatan diisi tanpa
mempertimbangkan kepakaran dan prestasi (vested interested).
2). Hambatan struktural antara lain:
·
Instrumen Penilaian Kinerja Pegawai (IPKJ) masih sebatas dead paper
(macan kertas penuh formalisme) karena indikator penilaian tidak dipenuhi
pegawai secara baik dan pejabat penilai tidak melakukan penilaian secara
cermat;
·
Unit pengawasan belum optimal dalam melakukan pekerjaannya karena sering kali
melanggar salah satu prinsip pengawasan yakni tidak boleh mencari-cari kesalahan,
dan sebaliknya mudah melakukan case close, sehingga penilaian menjadi
tidak obyektif.
·
Koordinasi antara bidang Pembinaan dan Pengawasan sangat lemah sehingga temuan
positif dan negatif oleh pengawasan tidak berbanding lurus (equivalent)
dengan tindakan administratif oleh Pembinaan;
·
Berlarut-larutnya proses pemeriksaan dan putusan terbukti tidaknya kesalahan
terperiksa sehingga banyak terperiksa tidak kunjung mendapat kepastian hukum;
·
BagianKepegawaian tidak memiliki fungsi dan peran aktif dalam merespon setiap
temuan positif dan negatif terhadap kinerja pegawai; dan
·
Unsur wasnal dan waskat kurang efektif karena terkadang juga merupakan bagian
dari masalah yang dihadapi pegawai bermasalah, sebaliknya temuan prestasi
(positif) selalu luput dari perhatian dan penilaian, sehingga tidak pernah
berbuah reward
III.
SARAN
a.
Kepegawaian perlu menerapkan reward dan punishment secara
konsekuen, obyektif dan transparan guna menumbuhkan semangat kerja pegawai yang
kompetitif. Dengan penerapan reward dan punishment secara
konsekuen, obyektif dan transparan, hal ini dapat memacu para pegawai untuk
berlomba-lomba meningkatkan kinerja dan berusaha semaksimal mungkin menghindari
perbuatan tercela dan melanggar aturan.
b. Untuk
dapat menerapkan konsep reward dan punishment secara konsekuen
secara konsekuen dikepegawaian, maka perlu ada:
1). Sinergitas antara penetapan indicator
penilaian kinerja yang jelas dan sesuai dengan realita tugas dan fungsi para
pegawai. Oleh karena iti perlu ada evaluasi terhadap instrument penilaian yang
ada dalam IPKJ, apakah sudah sesuai dengan realita tugas para pegawai ata
belum;
2). Revitalisasi fungsi pengawasan dan unit
terkait menggunakan prinsip kesesuaian sifat dan karakteristik pekerjaan
pegawai di berbagai bidang dengan memperhatikan tantangan dan kondisi
kerja yang aktual. Di samping itu, unit pengawasan terkait (Jam Was, Jam Bin dan
BagianKepegawaian), melakukan reposisi dan retrospeksi agar wewenang yang
dimilikinya dapat diemban dengan baik;
3). Pengawasan harus memperhatikan dan mendorong
kemungkinan adanya umpan balik (feed back) apa pun yang menjadi
rekomendasi penilaian. Hal ini harus dilakukan secara obyektif dan taransparan
tanpa pandang bulu siapa pegawai kepegawaian tersebut;
4). Pelaksanaan pengawasan harus menyesuaikan
dengan visi dan misi organisasi Kepegawaian sebagai kebijakan umum, sehingga
fungsinya dapat sebagai pengamanan kebijakan pimpinan secara internal.
c. Untuk
mengetahui secara konkrit penerapan reward dan punishment yang
selama ini diberlakukan di kepegawaian dan pengaruhnya terhadap kinerja para
pegawai kepegawaian, perlu dilakukan penelitian lapangan (penelitian lanjutan),
karana hal ini memiliki beberapa variabel yang perlu dibuktikan pengaruhnya
bagi para pegawai dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Sebab pengkajian ini
hanya merupakan langkah awal sebagai trigger dan sifatnya lebih banyak
padastudi kepustakaan.
PEMUTUSAN
HUBUNGAN KERJA PEGAWAI
— PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Disampaikan Oleh:
Ismi dwi astuti nurhaeni
— Pengertian:
— Istilah pemutusan hubungan kerja (separation)
sinonim dengan pemberhentian atau pemisahan karyawan dari suatu
organisasi.
— Fungsi pemutusan hubungan kerja atau pemberhentain harus mendapat perhatian
yang serius dari manajer perusahaan, karena telah diatur oleh undang-undang dan
memberikan risiko bagi perusahaan maupun untuk karyawan bersangkutan.
— Menurut Tulus (1993:167), pemutusan hubungan kerja (separation) adalah
mengembalikan karyawan ke masyarakat. Hal ini disebabkan karyawan pada umumnya
belum meninggal dunia sampai habis masa kerjanya. Oleh karena itu perusahaan bertanggung jawab
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang timbul akibat dilakukannya
tindakan pemutusan hubungan kerja. Di
samping itu juga harus menjamin agar karyawan yang dikembalikan ke masyarakat
harus berada dalam kondisi sebaik mungkin.
— Menurut Hasibuan (2001: 205), pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja
seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.
—
Alasan Pemutusan Hubungan Kerja
Alasan Pemutusan Hubungan Kerja
- Undang-Undang
- Keinginan perusahaan
- Keinginan karyawan
- Pensiun
- Kontrak kerja berakhir
- Kesehatan karyawan
- Meninggal dunia
- Perusahaan dilikuidasi.
Tulus (1993:167) menyebutkan bahwa pemutusan hubungan
kerja terjadi kalau salah satu pihak atau kedua belah pihak merasa rugi
bilamana hubungan kerja tersebut dilanjutkan.
Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena:
Ø kemauan karyawan,
Ø kemauan perusahaan, atau
Ø kemauan kedua belah pihak.
Alasan pemutusan hubungan kerja antara lain:
— ketidakjujuran,
— ketidakmampuan bekerja,
— malas,
— pemabok,
— ketidakpatuhan,
— kemangkiran, dan ketidaakdisiplinan,
— usia lanjut,
— sakit-sakitan terus menerus,
— kemunduran perusahaan,
— dan sebagainya.
— Ad.1.: Undang-Undang
— Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari
suatu perusahaan, misalnya karyawan anak-anak, karyawan WNA, atau karyawan yang
terlibat organisasi terlarang.
Ad.2.: Keinginan Perusahaan:
— karyawan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya
— perilaku dan disiplinnya kurang baik
— melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib perusahaan
— tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan
karyawan lain
— melakukan tindakan amoral dalam perusahaan
Ad.3.: Keinginan karyawan
Pemberhentian atas keinginan karyawan sendiri dengan
mengajukan permohonan untuk berhenti dari perusahaan tersebut. Pada umumnya
karyawan mengajukan permohonan berhenti karena beberapa alasan, antara lain:
— Pindah ke tempat lain
— Kesehatan yang kurang baik
— Untuk melanjutkan pendidikan
— Berwiraswasta
— Turnover karyawan akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan. jika
banyak karyawan berhenti atas keinginan sendiri, maka manajemen perusahaan
dapat dikatakan kurang baik dan perlu dilakukan instrospeksi diri dari manajer.
(Hasibuan, 2001: 208-209).
Ad.4.: Pensiun
— Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan,
undang-undang, ataupun keinginan karyawan sendiri. Keinginan perusahaan
mempesiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia
lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan, dsb.
Ad.5.: Kontrak kerja berakhir
— Pemberhentian berdasarkan berakhirnya kontrak kerja tidak menimbulkan
konsekuensi karena telah diatur terlebih dahulu dalam perjanjian saat mereka
diterima.
Ad.6.: Kesehatan karyawan
— Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan untuk pemberhentian karyawan. Inisiatif pemberhentian bisa berdasarkan
keinginan perusahaan ataupun keinginan karyawan.
Ad.7.: Meninggal dunia
— Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis putus hubungan kerjanya
dengan perusahaan. Perusahaan memberikan
pesangon atau uang pensiun bagi keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan
pearturan yang ada.
Ad.8.: Perusahaan dilikuidasi
— Karyawan akan dilepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena
bangkrut. Bangkrutnya perusahaan harus
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, sedangkan karyawan yang dilepas harus
mendapat pesangon sesuai dengan ketentuan pemerintah (Hasibuan, 2001:
2007-2009).
Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (Tulus, 1994: 169-173):
— pengunduran diri (resignation),
— pemberhentian sementara (lay-off),
— pemecatan (disharge), dan
— pemensiunan (retirement).
— Jenis dan banyaknya pemutusan hubungan kerja dapat memberikan kesan
terhadap efektivitas pengelolaan perusahaan.
Jika terlampau banyak pengunduran diri menandakan bahwa skala pengupahan
tidak kompetitif. Pemberhentian
sementara yang terjadi berkali-kaai menandakan bahwa integrasi antara produksi
dan permintaan pasar adalah buruk.
Terlalu banyak terjadi pemecatan memberikan kesan bahwa prosedur seleksi
atau pelatihan tidak baik. Terlampau
banyak pemensiunan memberikan indikasi kurang baiknya manajemen bauran usia (age
mix) di antara para karyawan perusahaan (Tulus, 1994: 169).
Ad.1.: Pengunduran diri:
— Pengunduran diri (resignation) adalah pemutusan hubungan kerja yang diawali
dari pihak karyawan. Apabila hal ini
terjadi di dalam masa percobaan (probation period), tidak menimbulkan masalah
beban kewajiban, baik bagi perusahaan maupun karyawan. Lain halnya, bila ikatan kerja berdasarkan
atas perjanjian (kontrak) tertentu yang memungkinkan pihak perusahaan menuntut
ganti rugi biaya-biaya seleksi, pelatihan dan sebagainya.
Ad.2.: Pemberhentian Sementara
— Pemberhentian sementara (lay-off), adalah pemutusan hubungan kerja yang
umumnya terjadi bila terdapat situasi dan kondisi pada perusahaan:
— Tidak ada pekerjaan yang tersedia bagi karyawan yang dirumahkan.
— Pimpinan mengharapkan, bahwa situasi tiadanya pekerjaan akan bersifat
kontemporer dan tidak lama.
— Pimpinan bermaksud memanggil kembali karyawan untuk dipekerjakan bilamana
pekerjaan tersedia kembali.
— Menurut Tulus (1994:170), Pemberhentian sementara bukanlah pemberhentian
mutlak, yang memutuskan hubungan kerja secara permanen. Namun demikian tidak mustahil pemberhentian
sementara pada akhirnya menjadi pemberhentian permanen, bila secara
berkepanjangan situasi dan kondisi perusahaan tidak membaik, bahkan mungkin
memburuk.
— Ad.3. Pemecatan
— Pemecatan (discharge) merupakan pemutusan hubungan kerja paling
drastis yang dapat dikenakan terhadap karyawan.
Pemecatan hendaknya dilakukan secara adil dalam arti ada alasan cukup
untuk memecat dan semua langkah yang nalar diambil untuk menyelamatkan karyawan
ybs dan ternyata tidak berhasil.
Pemecatan dapat terjadi atas dasar prestasi yang tidak memuaskan,
perilaku yang tidak baik, kurang memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan,
atau brubahnya persyaratan pekerjaan (Tulus. 1994: 171).
Ad.4. : Pemensiunan
— Pemensiunan (retirement)
terjadi sebagai suatu pemutusan hubungan kerja bilamana karyawan
mencapai umur maksimum dan masa kerja maksimum menurut batas-batas yang
ditentukan perusahaan.Perusahaan mempunyai kewajiban berupa pembayaran
tunjangan pensiun.
— Proses Pemberhentian
— Proses pemberhentian karyawan harus menurut prosedur sebagai berikut :
¡ Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan
¡ Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan
perusahaan
¡ Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan,
dan P4D
¡ Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan,
dan P4P
¡ Pemutusan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri
— Pemberhentian karyawan adalah hal yang pasti terjadi. Pemberhentian
karyawan berarti berhentinya kegiatan kerja seseorang karyawan dari suatu
organisasi perusahaan. Pemberhentian karyawan akan menimbulkan kerugian bagi
perusahaan maupun karyawan. Pemberhentian karyawan adalah fungsi operasional
yang terakhir dari Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM).
Daftar Pustaka
1. isminurhaeni.staff.fisip.uns.ac.id. Pemutusan Hubungan Kerja,
Oleh Ismi dwi astuti nurhaeni,
2.
www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php Pengaruh Penerapan Reward And Punishment Secara
Konsekuen Dalam Kaitannya Dengan Semangat Peningkatan Kinerja Pegawai.
5.
bkdd.palembang.go.id/modul. .formasi-dan-pengadaan-pegawai
[1] Dosen Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Malang, dengan alamat Kampus II UMM jln. Raya Tlogomas
No. 246, Malang, GKB I , Lt. II. Telp.
(0341) 464318 psw 188.
0 komentar:
Posting Komentar