Jumat, 11 Maret 2016

FORMASI DAN SISTEM PENGADAAN PEGAWAI



FORMASI DAN SISTEM PENGADAAN PEGAWAI
(disarikan dan di up load lagi, dari beberapa artikel)
 Oleh :Bayu Dwiwiddy Jatmiko[1]
Email: bayu.dj15@yahoo.com

Formasi adalah jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan dalam suatu satuan organisasi Negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat dan beban kerja yang harus dilaksanakan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2003.

Dasar hukum tentang Pengadaan Pegawai Negeril Sipil adalah Peraturan Pemerintah Nomor 98 tahun 2000 dan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2002

Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong.

Sedangkan yang dimaksud dengan Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang mempunyai kewenagan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris, Pimpinan Lembaga Pemerintah Negara, Gubenur dan Bupati / walikota.

Pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai dari Perencanaan, Pengumunan, Pelamaran, Penyaringan, Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil dengan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelamar dalam rangka pengadaan dan penerimaan Pegawai baru untuk mengisi formasi yang ada dan ditetapkan, adalah sebagai berikut ;

1.      Warga Negara Indonesia (WNI)
2.      Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun.
3.      Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan.
4.      Tidak pernah diberhentikan dengan tidak hormat atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil / Anggota Tentara Nasional Indonesia / Anggota Kepolisian Negara, atau diberhentikan dengan tidak hormat sebagai pegawai swasta.
5.      Tidak berkedudukan sebagai Calon atau Pegawai Negeri.
6.      Mempunyai Pendidikan, Kecakapan, Keahlian dan Keterampilan yang diperlukan.
7.      Berkelakuan baik.
8.      Sehat jasmani dan rohani.
9.      Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah.
10.  Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan, termasuk syarat khusus yang ditentukan instansi yang bersangkutan.



TUGAS POKOK
Bidang Informasi Kepegawaian dan Pengadaan Pegawai dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan yang mempunyai tugas pokok merencanakan operasional, mengelola, mengoordinasikan, mengendalikan, mengevaluasi dan melaporkan urusan  informasi dan administrasi  kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai.

FUNGSI
Dalam meyelenggarakan tugas pokok sebagaimana tersebut di atas, Bidang Informasi Kepegawaian dan Pengadaan Pegawai mempunyai fungsi:
  1. Perencanaan operasional urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai;
  2. Pengelolaan  urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai;
  3. Pengendalian, evaluasi dan pelaporan  urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai; dan
  4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

RINCIAN TUGAS
Dalam  melaksanakan  fungsinya sebagaimana tersebut di atas, Bidang Informasi Kepegawaian dan Pengadaan Pegawai mempunyai uraian tugas sebagai berikut:
  1. Merencanakan operasional informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai sebagai pedoman pelaksanaan tugas;
  2. Menyampaikan bahan dan melaksanakan Rencana Strategis dan Rencana Kerja Badan Kepegawaian Daerah dalam rangka kelancaran tugas;
  3. Menghimpun bahan-bahan RPJPD dan RPJMD urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai sebagai bahan penyusunan RPJPD dan RPJMD Kabupaten;
  4. Menghimpun bahan-bahan LPPD dan LPPD akhir masa jabatan urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai sebagai bahan penyusunan LPPD dan LPPD akhir masa jabatan Bupati;
  5. Menghimpun bahan-bahan LKPJ akhir tahun dan akhir masa jabatan Bupati dalam urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai;
  6. Merumuskan bahan laporan akuntabilitas kinerja informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai yang akan dikoordinasikan oleh Sekretariat sebagai pertanggungjawaban Kepala Badan Kepegawaian Daerah kepada Bupati;
  7. Mengelola dan menganalisa urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai;
  8. Merumuskan bezzeting pegawai sebagai dasar penyusunan formasi pegawai;
  9. Meneliti bahan fasilitasi Pembuatan kartu Pegawai Negeri Sipil (KARPEG), kartu istri Pegawai Negeri Sipil (KARIS) dan kartu suami Pegawai Negeri Sipil (KARSU);
  10. Melaksanakan pembangunan Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
  11. Melaksanakan penyusunan data dan informasi kepegawaian di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
  12. Melaksanakan pemutakhiran data Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
  13. Melaksanakan penyusunan Daftar Nominatif Pegawai Negeri Sipil Daerah;
  14. Melaksanakan penyusunan Daftar Urut Kepangkatan (DUK) Pegawai Negeri Sipil Daerah;
  15. Melaksanakan penyusunan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten setiap tahun anggaran;
  16. Menyusun bahan penetapan Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah di Kabupaten setiap tahun anggaran;
  17. Menyusun bahan pengusulan Formasi Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten setiap tahun anggaran;
  18. Menyusun bahan perumusan kebijakan teknis pengadaan Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
  19. Menyusun bahan pelaksanaan pengadaan Pegawai Negeri Sipil Daerah sesuai dengan formasi yang telah ditetapkan;
  20. Menyusun bahan Nota Pengajuan Usul NIP(Nomor Identitas Pegawai) bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah ke Badan Kepegawaian Negara;
  21. Menyusun bahan penetapan kebijakan teknis pengangkatan calon Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
  22. Menyusun bahan perumusan penetapan Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah Kabupaten Majalengka;
  23. Menyusun bahan perumusan penetapan Pengangkatan calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
  24. Menyusun bahan perumusan penetapan Pegawai Tidak Tetap (PTT)  di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
  25. Menyusun bahan perumusan penetapan perpanjangan pegawai tidak tetap (PTT) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
  26. Menyusun bahan pemberian surat persetujuan bagi PNSD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka yang akan pindah ke instansi lain;
  27. Menyusun bahan pemberian surat persetujuan bagi PNS dari instansi lain yang akan pindah menjadi PNSD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka;
  28. Mengendalikan dan mengevaluasi urusan informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai;
  29. Melaksanakan tugas-tugas yang dilimpahkan Kepala Badan sebagai pengguna anggaran APBD pada Badan Kepegawaian Daerah;
  30. Mempertanggungjawabkan laporan-laporan kegiatan, keuangan secara, bulanan, triwulan, tahunan yang akan dikoordinasikan Sekretariat pada Badan Kepegawaian Daerah;
  31. Mengendalikan Pelaksana Teknis Kegiatan lingkup Bidang Informasi Kepegawaian dan Pengadaan Pegawai;
  32. Melakukan pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah di lingkup bidang Informasi Kepegawaian dan Pengadaan Pegawai;
  33. Mempelajari, memahami dan melaksanakan peraturan perundang-undangan, ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan administrasi umum, keuangan serta perencanaan, evaluasi dan pelaporan;
  34. Memberikan saran dan pertimbangan teknis informasi dan administrasi kepegawaian serta formasi dan pengadaan pegawai kepada atasan;
  35. Membagi tugas  kepada bawahan agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  36. Membimbing atau memberikan petunjuk terhadap pembagian tugas kepada bawahan berdasarkan pembagian tugas agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar;
  37. Menilai hasil kerja bawahan secara berjenjang untuk bahan pengembangan karier;
  38. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas dan/atau kegiatan kepada atasan; dan
  39. Melaksanakan tugas kebadanan lainnya yang diberikan oleh atasan.




































PENEMPATAN , PROMOSI DAN MUTASI

Dari sisi regulasi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota (Bupati/Walikota) berwenang untuk melakukan pemindahan (mutasi) PNS atas dasar pertimbangan pengembangan pola karir, penyegaran organisasi, dan peningkatan kinerja. Namun, ironisnya pemerintah atau pemerintah daerah saat ini belum mempunyai sistem pola karir pegawai yang jelas dan instrumen penilaian/evaluasi kinerja PNS yang terukur, obyektif dan transparan. Akibatnya, setiap kali akan dilakukan mutasi dan promosi pegawai selalu menimbulkan keresahan di kalangan pegawai. Penempatan pegawai ke dalam suatu jabatan juga cenderung tidak didasarkan pada kebutuhan dan tuntutan kompetensi jabatan sehingga berimplikasi pada penempatan pegawai yang tidak "tepat tempat" (right place) dan tidak "tepat orang" (right man).

Agar mutasi pegawai dapat menjadi bagian dari sistem pembinaan manajemen PNS yang kredibel, profesional dan akuntabel, maka pemerintah dan pemerintah daerah harus segera melakukan berbagai upaya strategis, yakni : (1) menyusun sistem pola karir pegawai. Ini akan memberikan kepastian adanya sistem penempatan pegawai secara vertikal maupun horisontal yang berbasis pada kebutuhan kompetensi; (2) sistem diklat PNS diarahkan berbasis kompetensi sehingga kegiatan diklat memiliki relevansi dengan pengembangan karir pegawai, khususnya mutasi dan promosi; (3) melakukan assessmen kompetensi terhadap calon PNS yang akan dimutasi dan dipromosikan. Saat ini, beberapa pemerintah kabupaten sudah memulai menerapkan assessment center terhadap PNS untuk kebutuhan penempatan (promosi dan mutasi). Langkah-langkah mendasar tersebut akan mampu mengurangi ekses negatif kebijakan promosi dan mutasi PNS dan upaya politisasi birokrasi di daerah.  

a. Penempatan

Penempatan personel dalam MSDM adalah proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada personel yang lulus dalam seleksi untuk dilaksanakan sesuai dengan ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu mempertanggungjawabkan atas segala risiko dan kemungkinan-kemungkinan atas tugas dan pekerjaan, wewenang, dan tanggungjawab tersebut (Djamin, 1995: 70). Sedangkan penempatan personel menurut Wether dan Davis (1990:225): “Placement is assignment of new empoyee to a new different job it includes the initial assignment of new employee and the promotion, transfer, or demotion of present employee”.
Dari definisi diatas, maka secara bebas penulis artikan bahwa penempatan tenaga kerja atau yang menyangkut personel baru artinya pengaturan awal bagi suatu jabatan, sedangkan penempatan bagi personel lama mengandung arti promosi, mutasi dan demosi.

b.Kompetensi

Persoalan dalam impelementasi MSDM berbasis kompetensi menurut Murgiyono (2002: 11) adalah bagaimana dapat mengetahui, mengukur, dan mengembangkan kompetensi untuk membina pegawai yang profesional. Ini selaras dengan tujuan utama kompetensi pegawai yaitu:
1) sebagai persyaratan dalam penyusunan pola karir personel,
2) menjamin obyektifitas, keadilan dan transparansi dalam pengangkatan personel dalam jabatan,
3) menjamin keberhasilan pelaksanaan tugas jabatan secara profesional, efektif, dan efisien, dan
4) mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Prasyarat diatas sesuai dengan pendapat Mitrani (1995:27) yang mengartikan kompetensi sebagai kemampuan, yaitu: “suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya dapat meningkatkan prestasi kerja”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan yang dimaksudkan dengan kompetensi adalah karakteristik dasar yang dimiliki seseorang berupa pengetahuan, keahlian, sikap/perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatannya, sehingga dapat meningkatkan prestasi kerja secara profesional.
Menurut Spencer & Spencer (1993: 9), ada lima karakteristik kompetensi yaitu:
1) Motives, adalah sesuatu yang selalu dipikirkan dan diinginkan seseorang yang dapat mengarahkan, mendorong atau menyebabkan orang melakukan tindakan. Motivasi ini mengarahkan seseorang untuk menentukan atau menetapkan tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan (Armstrong, 1990: 68).
2) Traits, merujuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi.
3) Self concept, yakni sikap, nilai atau image yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri. Self concept ini akan memberikan keyakinan pada seseorang siapa jatidirinya dan perilakunya.
4) Knowledge, adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu.
5) Skill, merupakan kemampuan untuk melaksanakan tugas mental atau tugas fisik tertentu. Berbeda dengan keempat karakteristik kompentensi lainnya yang bersifat “inten” dalam diri individu, skill merupakan karakteristik kompetensi yang berupa “action”. Skill mewujudkan sebagai perilaku yang didalamnya terdapat motives, traits, self concept, dan knowledge.



















































PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PELATIHAN

Edwin B. Flippo menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai pelaksana dan pengembangan untuk tingkat pemimpin. 


Istilah-istilah yang dikemukakan oleh adalah training operative personal, dan executive development J.C Denyer menggunakan istilah-istilah induction training, job training, supervisory training, management training, dan executive development.

Wexley dan Yukl (1976:282) mengemukakan bahwa : 
Training and development are term is refering to planned efforts designed facilitate the acquisition of relevant skill, knowledge and attitudes by organization members.
(Pelatihan dan Pengembangan adalah istilah yang mengarah pada usaha yang terencana yang dirancang untuk memfasilitasi kebutuhan keterampilan, pengetahuan dan sikap yang sesuai dengan anggota organisasi). 

Berdasarkan pendapat Andrew E. Sikula dapat dikemukakan bahwa pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir di mana pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan tknis dalam tujuan terbatas. Pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir di mana pegawai manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis guana mencapai tujuan yang umum.

Gary Dessler (1997,h.263) mendefinisikan pelatihan sebagai proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang , keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk  menjalankan pekerjaan mereka.

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001, 43), penggunaan istilah pelatihan (training) dan pengembangan (development) dikemukakan para ahli, yaitu Dale Yoder menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai pelaksana dan pengawas. Sedangkan istilah pengembangan ditunjukan untuk pegawai tingkat menajemen. Istilah yang dikemukakan oleh Dale Yoder adalah rank and file training, supervisor training, dan management development.

Pelatihan adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan organisasional. Dalam pengertian terbatas, pelatihan adalah memberikan karyawan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. (Mathis dan Jackson, 2004,h.301).

Pelatihan adalah program-program untuk memperbaiki kemampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok dan/atau berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi/perusahaan. Pelatihan juga merupakan proses melengkapi para pekerja dengan keterampilan khusus atau kegiatan membantu para pekerja dalam memperbaiki pelaksanaan pekerja yang tidak efisien. (Hadari Nawawi, 2005,h.208).

Training helps employees do their work better. (Jhon Ivancevich, 2007,h.394). 
(Pelatihan membantu karyawan bekerja lebih baik).

Dengan demikian, istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai pelaksana dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan diperuntukan bagi pegawai tingkat manajerial dalam rangka meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human relation.  

Selanjutnya Wexley dan Yukl menjelaskan pula bahwa : 
Development focuses more on improving the decision making and human relations skills and the persentation of a more factual and narrow subject matter.
(Pengembangan memusatkan pada peningkatan dan penyempurnaan pengambilan keputusan dan keterampilan hubungan masyarakat serta penyajian segala sesuatu yang lebih faktual dan lebih sempit). 

Pengembangan mempunyai cakupan yang lebih luas dan terfokus pada pemberian individu dengan kapabilitas baru yang berguna untuk pekerjaan sekarang maupun masa depan. Pengembangan adalah usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan para karyawan untuk menangani beraneka tugas. (Mathis dan Jackson, 2004, h.301dan h.350).


Development prepares individuals for the future. It focuses on learning and personal development. (Jhon Ivancevich, 2007,h.394). 
(Pengembangan mempersiapkan individu di masa yang akan datang. Pengenbangan difokuskan pada pembelajaran dan pengembangan pribadi).

Pendapat Wexley dan Yukl lebih memperjelas mengenai penggunaan istilah pelatihan dan pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana yang diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi. Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan menengah, sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai tingkat bawah (pelaksana). 

Meunrut Hasibuan (2003, hal 68),  pengembangan (development) adalah fungsi operasional kedua dari manajemen personalia. Pengembangan karyawan baru/lama perlu dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Agar pengembangan dapat dilaksanakan dengan baik, harus lebih dahulu ditetapkan suatu program pengembangan karyawan.Pengembangan adalah suatu usaha yang meningkatka n kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/ jabatan melalui pendidikan dan latihan.  

Efisiensi organisasi sangat tergantung dari baik buruknya pengembangan anggota organisasi sendiri. Tujuan perusahaan dapat dicapai, jika karyawannya terlatih dengan baik dan tepat pada bidangnya. Latihan yang baik diperlukan setiap saat, selain oleh karyawan baru, juga oleh karyawan lama. Karyawan baru memerlukan latihan pengenalan dan keterampilan sebelum menjalankan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya. 

Sedangkan karyawan lama membutuhkan pelatihan karena adanya tuntutan baru ditugasnya yang selau berkembang, atau untuk mempersiapkan diri jika terjadi mutasi. Latihan untuk karyawan, jika diberikan dengan tepat dan diselenggarakan dengan baik, akan mendorong mereka untuk bekerja lebih keras lagi. Karyawan yang lebih mengetahui dengan lebih baik tugas dan tanggung jawabnya, akan berusaha mencapai tingkat prestasi kerja yang lebih tinggi.

Kesadaran para pengusaha akan pentingnya latihan bagi karyawan untuk dapat mengikuti perubahan teknologi yang akan dipakai pada perusahaan, mendorong peran pelatihan menjadi semakin penting. Perusahaan akan bersedia menyisihkan sebagian anggarannya untuk kepentingan karyawan, karena pengeluaran ini merupakan investasi yang memberikan bahwa karyawan akan menjadi anggota organisasi yang kompeten. Ini sangat dirasakan untuk industri yang berada pada kondisi pelatihan teknologi. Pada kondisi itu perusahaan mampu menggunakan teknologi yang lebih maju agar dapat mempertahankan dinamika usahanya. Penggunakan teknologi baru akan menciptakan pekerjaan, kegiatan, dan peluang baru.

Manajer yang efektif menyadari bahwa latihan adalah proses berjalan terus-menerus, bukan proses yang hanya terjadi sesaat. Pramasalahaan baru, prosedur kerja baru, peralatan kerja baru, pengetahuan mutakhir, dan yang menyebabkan jabatan baru, selalu timbul dalam organisasi yang dinamik. Keadaan yang dinamik itu mendorong terjadinya perubahan kebijaan pada proses dan sistem manajemen, misalnya dalam pemberian instruksi pada karyawan. 

Munculnya kondisi baru dalam perusahaan mendorong manajemen untuk terus memperhatikan dan menyusun program latihan yang terus menerus (continuous). Adanya karyawan yang keluar, mutasi pekerjaan atau tugas, dan adanya promosi jabatan, juga mendorong manajemen untuk terus menyusun program yang berbeda-beda.

Dari konsep yang diajukan oleh Mason Haire, dapat disimpulkan bahwa pada suatu organisasi aka selalu terjadi pergeseran jabatan. Pada pergeseran jabatan itu akan terdapat karyawan yang keluar, yang dipromosikan, dan yang ditarik atau direkrut untuk mengisi lowongan jabatan sebagai akibat dari keluarnya atau adanya promosi. Karyawan yang keluar bisa disebabkan oleh usia dengan hak pensiun, atau dengan hak pesangon. Atau bisa juga sebagai akibat dari kecelakaan. Karyawan yang mengalami musibah seperti itu tidak memungkinkan ia bekerja dengan benar. 

Misalnya cacat fisik tertentu tidak memungkinkan karyawan bekerja pada keadaan yang menuntut persyaratan khusus. Karyawan yang keluar tentunya harus diganti agar kebutuhan akan jumlah karyawan untuk melaksanakan dan mengerjakan suatu penugasan tetap terpenuhi. tujuannya agar tingkat produktivitas perusahaan tetap bisa dipertahankan atau kalau mungkin bahkan diperbaiki. Demikian juga jabatan yang lowong, yang karena jabatnnya telah dipromosikan, perlu diisi kembali. Perusahaan harus menarik karyawan (baru) untuk mengganti karyawan yang dipromosikan tersebut. Karyawan yang baru direkrut harus menjalani masa latihan, agar mereka mampu menjalankan tugas dengan baik. 

Karyawan yang dipromosikan tentunya juga harus menjalani pelatihan, agar mampu melaksanakan tugas baru dengan tepat dan dengan sebaik-baiknya. Karena itu jelaslah bahwa program pelatihan itu sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan pekerjaan dan penugasan dalam suatu organisasi untuk mempertahankan eksistensi dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Menurut Veithzal Rivai (2008, h 226) pengembangan manajemen adalah suatu proses bagaimana manajemen mendapatkan pengalaman, keahlian dan sikap untuk menjadi atau meraih sukses sebagai pemimpin dalam organisasi mereka. Karena itu, kegiatan pengembangan ditujukan membantu keryawan untuk dapat menangani jawabanya di masa mendatang, dengan memperhatikan tugas dan kewajiban yang dihadapi dekarang. 

Karena adanya perbedaan antara kegiatan pelatihan (sekarang) dan pengembangan (di masa mendatang) menyebabkan sering kabur dan hal ini merupakan salah satu permasalahan utama. Apabila dilihat dari perspektif keseluruhan, perbedaan antara kegiatan pelatihan untuk bidang tugas yang sekarang dengan kegiatan pengembangan untuk suatu tanggung jawab di masa mendatang makin kabur. Umumnya suatu perusahaan melakukan usaha untuk menciptakan sesuatu adalah suatu organisasi di mana orang-orang bergabung untuk melakukan kegiatan belajar yang terus-menerus. 

Walaupun pelatih dapat membantu karyawan untuk mengerjakan pekerjaan mereka saat ini, keuntungan dari program pelatihan dapat diperoleh sepanjang karirnya dan dapat membantu peningkatan karirnya di masa mendatang. Pengembangan, sebaliknya, dapat membantu individu untuk memegang tanggung jawab di masa mendatang. 

Jenis-jenis Pelatihan

 Menurut Mathis dan Jackson (2004,h.318) pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi tujuan berbeda dan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai cara, yang meliputi :

a. Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin : dilakukan untuk memenuhi berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru).
b. Pelatihan pekerjaan/teknis : memungkinkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan, tugas dan tanggung jawab mereka dengan baik.
c. Pelatihan antarpribadi dan pemecahan masalah : dimaksudkan untuk mengatasi masalah operasional dan antarpribadi serta meningkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional.
d. Pelatihan perkembangan dan inovatif : menyediakan fokus jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa depan. 

Tujuan Pengembangan dan Pembinaan karyawan  
          
Menurut Hasibuan (2003, h 70) pengembangan karyawan bertujuan dan bersifat bagi perusahaan, karyawan, konsumen, atau masyarakat yang mengkonsumsi barang/jasa yang dilaksanakan perusahaan. Tujuan pengembangan hakikatnya menyangkut hal-hal berikut:
a. Produktivitas kerja
 Dengan pengembangan, produktivitas kerja karyawan akan meningkat, kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill, human skill, dan managerial skill karyawan yang semakin baik.
b.  Efisiensi
Pengembangan karyawan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku, dan mengurangi ausnya mesin-mesin. Pemborosan berkurang, biaya produksi relatif kecil sehingga daya saing perusahaan semakin besar.
c.   Kerusakan
Pengembangan karyawan bertujuan untuk mengurangi kerusakan barang, produksi, mesin-mesin karena karyawan semakin ahli dan terampil dalam melaksanakan pekerjaannya.
d.  Kecelakaan
Pengembangan bertujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan, sehingga jumlah biaya pengobatan yang dikeluarkan semakin ahli dan terampil dalam melaksanakan pekerjaannya.
f.    Pelayanan
Pengembangan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari karyawan kepada nasabah perusahaan, karena pemberian pelayanan yang baik merupakan daya penarik yang sangat penting bagi rekanan-rekanan perusahaan bersangkutan.
g.   Moral
Dengan pengembangan, moral karyawan akan lebih baik karena keahlian dan keterampilannya sesuai dengan pekerjaannya sehingga antusias untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
h.   Karier
Dengan pengembangan, kesempatan untuk meningkatkan karier karyawan semakin besar, karena keahlian, keterampilan, dan prestasi kerjanya lebih baik. Promosi ilmiah biasanya didasarkan kepada keahlian dan prestasi kerja seseorang.
i.    Konseptual
Dengan pengembangan, manajer semakin cakap dan cepat dalam mengambil keputusan yang lebih baik, karena technical skill, human skill, dan managerial skill-nya lebih baik. 
j.    Kepemimpinan
Dengan pengembangan, kepemimpinan seseorang manajer akan lebih baik, human relation-nya lebih luwes, memotivasinya lebih terarah sehingga pembinaan kerja sama vertikal dan horizontal semakin harmonis.  
k.   Balas jasa
Dengan pengembangan, balas jasa (gaji, upah, insentif, dan benefits) karyawan akan meningkat karena prestasi kerja mereka semakin besar.
l.    Konsumen 

Pengembangan karyawan akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat konsumen karena mereka akan memperoleh barang atau pelayanan yang lebih bermutu.

Tujuan organisasi akan tercapai jika karyawan melakukan tugasnya dengan tepat dan sebaik-baiknya. Untuk meningkatkan kemampuan kerja karyawan, organisasi harus mengusahakan pengembangan karyawan. Jadi tujuan pengembangan karyawan adalah untuk dapat memperbaiki efektifitas kerja karyawan dalam mencapai tujuan dan sasaran kerja.

Perbaikan efektifitas kerja dapat dilakukan melalui : (1) peningkatan pengetahuan, (2) perbaikan keterampilan, (3) pembinaan sikap karyawan terhadap pekerjaannya, dan terhadap tugas-tugasnya. Dengan upaya peningkatan efektifitas kerja itu timbulah pengertian yang sangat teknis spesifik, bahwa pengembangan mempunyai konotasi usaha peningkatan pengetahuan dan keterampilan, sedangkan pembinaan adalah upaya untuk merubah sikap seseorang terhadap persepsi mengenai dirinya dan mengenai pekerjaan yang dihadapinya.

Pengetahuan karyawan mengenai pelaksanaan tugas maupun pengetahuan umum (yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas), menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas itu sendiri. Karyawan yang kurang memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang kerja (seperti karyawan baru) akan bekerja dengan tersendat-sendat. Pemborosan bahan, waktu dan faktor produksi lainnya sering dilakukan oleh mereka belum yang cukup mempunyai pengetahuan dibidang kerjanya. Pemborosan ini akan mempertinggi biaya pencapaian tujuan organisasi. Karena itulah karyawan harus dibina dan dikembangkan agar mereka tidak berbuat sesuatu yang bisa merugikan usaha mencapai tujuan organisasi.

Keterampilan karyawan merupakan salah satu faktor utama dalam usaha mencapai sukses bagi pencapaian tujuan organisasi. Bagi karyawan baru, atau yang menghadapi pekerjaan baru, diperlukan tambahan keterampilan untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik. Selain keterampilan, diperlukan pengetahuan dasar yang cukup memadai bagi karyawan untuk penyelesaian pekerjaan. Namun, pengetahuan dan keterampilan saja sebelum cukup untuk mencapai suksesnya tujuan. Sikap (attitude) karyawan terhadap pelaksanaan tugas merupakan faktor kunci dalam mencapai keberhasilan.oleh karena itu pembinaan sikap juga harus dilaksanakan dalam kerangka pengembangan kemampuan karyawan secara keseluruhan.

Adanya perbedaan dalam obyek pengembangan, yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan, membawa konsekwensi pada metoda peningkatan efektifitas karyawan. Perkembangan pengetahuan bisa dilaksanakan dengan cara-cara perkuliahan, menggunakan audiovisual aids (AVA), dan instruksi yang telah diprogramkan. Keterampilan dapat dikembangkan melalui pelatihan-pelatihan dengan fokus kepada kemampuan dasar fisik karyawan. Namun pembinaan sikap haya bisa dilakukan melalui proses dinamika kejiwaan, yaitu melelui metoda permainan (games), sensitivity training dan lain-lain yang sejenis..

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001, h 45) tujuan pelatihan dan pengembangan yaitu:
a. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi.
b. Meningkatkan produktivitas kerja.
c. Meningkatkan kualitas kerja.
d. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia.
e. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.
f. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
g. Menghindarkan kesehatan dan keselamatan kerja.
h. Menghindari keusangan (obsolescence).
i. Meningkatkan perkembangan pegawai. 

Menurut Veithzal Rivai (2008, h 229), tujuan atau sasaran dari pelatihan dan pengembangan pada dasarnya dapat dikembangkan dari serangkaian pertanyaan sebagai berikut: 
a.  Keefektifan/validasi pelatihan
Apakah peserta memperoleh keahlian, pengetahuan dan kemampuan selama pelatihan.
b. Keefektifan pengalihan/transfer ilmu pengetahuan
Apakah pengetahuan, keahlian atau kemampuan yang dipelajari dalam pelatihan dapat meningkatkan kinerja kinerja dalam melakukan tugas.
c. Keefektifan/validitas intraorganisasional
Apakah kinerja pekerjaan dari grup baru yang menjalani program pelatihan di perusahaan yang sama dapat dibandingkan dengan kinerja pekerjaan dari grup sebelumnya.
d. Keefektifan/validasi interorganisasional
Dapatkah suatu program pelatihan yang ditetapkan di satu perusahaan berhasil diperusahaan yang lain.

Tujuan dari pelatihan dan pengembangan adalah:
a. Untuk meningkatkan kualitas output
b. Untuk meningkatkan kuantitas output
c. Untuk menurunkan biaya limbah dan perawatan. 
d. Untuk menurunkan jumlah dan biaya terjadinya kecelakaan
e. Untuk menurunkan turnover, ketidakhadiran kerja serta meningkatkan kepuasan kerja
f. Untuk mencegah timbulnya antipati karyawan
Prinsip dan Jenis Pengembangan 

Menurut Hasibuan (2003, h 72), prinsip pengembangan adalah peningkatan kualitas dan kemampuan bekerja karyawan. Program pengembangan adalah jenis rencana yang konkrit karena didalamnya sudah tercantum sasaran, kebijaksanaan, prosedur, anggaran, dan waktu pelaksanaannya. Jelasnya suatu program sudah pasti dilakuakan. Jenis-jenis pengembangan dikelompokan atas pengembangan secara informal dan pengembangan secara formal. Pengembangan secara informal yaitu karyawan atas keinginan dan usaha sendiri melatih dan mengembangkan dirinya dengan mempelajari buku-buku literatur yang ada hubungannya dengan pekerjaan atau jabatannya. 

Pengembangan secara informal menunjukan bahwa karyawan tersebut berkeinginan keras secara informal menunjukan bahwa tersebut berkeinginan keras untuk maju dengan cara meningkatkan kemampuan kerjanya. Hal ini bernanfaat bagi perusahaan karena prestasi kerja karyawan semakin besar, di samping efisiensi dan produktifitasnya juga semakin baik. Pengembangan secara formal yaitu karyawan ditugaskan perusahaan untuk mengikuti pendidikan atau latihan, baik yang dilakukan perushaan maupun yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan atau latihan. Pengembangan secara formal dilaksanakan perusahaan karena tuntutan pekerjaan saat ini ataupun masa yang akan datang, yang sifatnya ninkarier atau peningkatan kareier seorang karyawan. 

Menurut Mc. Gehee  dalam Anwar Prabu Mangkunegara (2001, h 44) merumuskan prinsip-prinsip perencanaan pelatihan sebagai beikut: 
a. Materi harus diberikan secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan.
b. Tahapan-tahapan tersebut harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.
c. Penatar harus mampu memotivasi dan menyeberangkan respon yang berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran.
d. Adanya penguat (reinforencement) guna membangkitkan respon yang positif dari peserta.
e. Menggunakan konsep shaping (pembentukan) prilaku.

Metode Pengembangan

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001, h 57) dijelaskan sebagai berikut :
a.   Metode Pelatihan
Beberapa metode pelatihan dapat digunakan pula untuk metode pengembangan. Hal ini  karena beberapa pegawai adalah manajer, dan semua manajer adalah pegawai. Metode pelatihan yang sering digunakan dalam pengajaran pengembangan antara lain simulasi, metode konferensi, studi kasus, dan bermain peran.
b.   Understudies
Understudy adalah mempersiapkan peserta untuk melaksanakan pekerjaan atau mengisi suatu posisi jabatan tertentu. Peserta pengembangan tersebut, pada masa yang akan datang akan menerima tugas dan bertanggung jawab pada posisi jabatannya. Konsep understudies merupakan suatu teknik perencanaan pegawai yang dikualifikasikan untuk mengisi jabatan manajer. Teknik pengembangan understudy serupa dengan metode on the job. 

Belajar dengan berbuat ditekankan melalui kebiasaan. Pada teknik understady tugas tidak dilakukan secara penuh, tetapi tanggung jawab yang diberikan. Dalam understudy, peserta diberikan beberapa latar belakang masalah dan pengalaman-pengalaman tentang suatu kejadian, kemudian mereka harus menelitinya dan membuat rekomendasi secara tertulis tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan tugas-tugas unit kerja.Motivasi dan minat peserta pada umumnya tinggi bilamana digunakan teknik understudy. Konsep understudy memungkinkan perencanaan pegawai secara sistematik dan terkoordinasi serta dapat digunakan dengan jarak waktu lama.

c. Job Rotation dan Kemajuan Berencana
Job rotation melibatkan perpindahan peserta dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Kadang-kadang dari satu penempatan kepada penempatan lainnya direncanakan atas dasar tujuan belajar. Kemampuan berencana  tidak mengubah keseimbangan status  dan gaji, tetapi penempatan penempatan kembali dengan asumsi mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tinggi. Sering job rotation dilakukan dalam waktu 3 bulan sampai 2 bulan. Peserta-peserta diberi tugas-tugas dan tanggung jawab atas bagian yang dirotasikan. Kegiatan-kegiatan mereka dimonitor dan diawasi serta dievaluasi.

d. Coaching-counseling
Coaching adalah suatu prosedur pengajaran pengetahuan dan keterampilan-keterampilan pada pegawai bawahan. Peranan job coaching adalah memberikan bimbingan kepada pegawai bawahan dalam menerima suatu pekerjaan atau tugas dari atasannya. Penyuluhan merupakan pemberian bantuan kepada pegawai agar dapat menerima dari, memahami dari dan merealisasikan dari sehingga potensinya dapat berkembang secara optimal dan tujuan perusahaan dapat tercapai. 

Dengan penyuluhan pegawai diharapkan aspirasinya dapat berkembang dengan baik dan pegawai yang bersangkutan mampu mencapai kepuasan kerja.Perbedaan coahing dan penyuluhan, antara lain pertama, coaching biasanya dilakukan dengan pengawasan langsung yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, sedangkan penyuluhan dilakukan oleh seorang ahli kepegawaian yang melibatkan hubungan manusiawi, dan bantuan pemecahan masalah. Coaching merupakan proses waktu yang lama, sedangkan penyuluhan antara atasan dan bawahan, sedangkan penyuluhan merupakan hubungan seseorang ahli dengan pegawai. Coaching pelaksanaannya langsung pada area pekerjaan, sedangkan penyuluhan pelaksanaannya dilakukan pada ruang tersendiri yang mengutamakan penjagaan kerahasiaan secara pribadi. 

Menurut Hasibuan (2003, h 76), pelaksanaan pelatihan dan pengembangan (training and education) harus didasarkan pada metode-metode yang telah ditetapkan dalam program pengembangan perusahaan. Program pengembangan ditetapkan oleh penanggung jawab pengembangan, yaitu manajer personalia atau suatu tim. Dalam program pengembangan telah ditetapkan sasaran, proses, waktu, dan metode pelaksanaannya. Supaya lebih baik program ini hendaknya disusun oleh manajer personalia. Dan atau suatu tim serta mendapat saran, ide maupun kritik yang besifat konstruktif. Metode-metode pengembangan harus didasarkan pengembangan harus didasarkan kepada sasaran yang ingin dicapai.

Sasaran Pengembangan Karyawan adalah:

a. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknis pengerjaan pekerjaan atau technical skill.
b. Meningkatkan keahlian dan kecakapan memimpin serta mengambil keputusan atau managerial skill dan conceptual skill.

Metode Pengembangan terdiri atas:

a. Metode latihan atau training
b. Metode pendidikan atau education

Sistem dan Metode Pelatihan Karyawan Operasional

a. On the Job training. Metode latihan ini banyak dipakai. Atasan langsung dari karyawan yang akan dilatih, diberi tugas untuk melatih mereka. Sistem ini mempunyai keunggulan karena hemat, dan karena tidak perlu menyediakan fasilitas khusus untuk latihan. Namun keberhasilan dari sistem ini masih diragukan. Apakah atasan itu cukup mempunyai waktu untuk mengajar dengan baik, disela-sela kesibukannya? Mereka sudah penuh dibebani tugas sehari-hari, sehingga waktu untuk memberikan pelatihan kepada karyawan baru tidak lagi tersisa. Karena itu keberhasilan sistem ini sangat tergantung kepada kemampuan membagi waktu dari atasan langsung tesebut. Meskipun demikian cara ini memberi dampak psikis yang kuat terhadap karyawan baru, karena dijalankan sendiri oleh atasanya, dan dilakukan pada tempat kerja yang sesungguhnya.

b. Vestibule Training, sebaliknya dari on the job training, pada cara dengan vestibule training. Latihan tidak diberikan oleh atasan langsung melainkan oleh pelatih khusus (staff specialist). Cara ini menghindarkan atasan langsung dengan tugas tambahan yang terlalu memberatkan. Pelatihan diberikan oleh pelatih yang ahli dibidangnya. Jika peserta latihan tidak memperlihatkan prestasi yang baik, atasan langsung bisa minta pertanggung jawaban dari pelatih yang profesional itu. Dengan cara ini, bisa terjadi perbedaan pendapat antara pelatih dengan atasan langsung, dan bisa menimbulkan konflik berkepanjangan. Inilah salah satu kelemahan dari vestibule training. Salah satu bentuk dari latihan vestibule training adalah latihan “simulasi” (seperti yang bisa diberikan kepada para calon pilot kapal terbang). 

c. Magang atau Apprenticeship, bisa digunakan untuk bekerja yang membutuhkan keterampilan formal yang relatif memerlukan sistem dan prosedur yang lebih rinci. Program magang bisa dikombinasikan dengan on the job training, dengan memanfaatkan pengalaman peserta sendiri. Mereka kemudian diberi petunjuk cara-cara mengambil manfaat dari pengalaman mereka itu. Magang bisa juga diberikan kepada pekerjaan pengrajin (craft) seperti tukang kayu, tukang las, ahli listrik, tukang pipa air. Dan sebagainya. Mereka menjalani masa magang, dianggap sebagai karyawan penuh, mereka mendapatkan hak dan kewajiban sama seperti karyawan lainnya.

d. Kursus dan Pelatihan khusus, merupakan bentuk pengembangan karyawan yang lebih mirip pendidikan dari pada pelatihan. Kursus-kursus ini biasanya diadakan untuk memenuhi minat dari karyawan dibidang pengetahuan tertentu, seperti kursus bahsa asing, kursus manajemen, kepemimpinan, dan lain sebagainya. Diberikan dalam bentuk “programmed learning”. yaitu cara belajar menutut rencana yang baku, diberikan dengan irama. Kecepatan dan kemampuan peserta.

Menurut Hasibuan (2003, h 77), metode latihan harus berdasarkan kepada kebutuhan pekerjaan tergantung pada berbagai faktor, yaitu faktor waktu, biaya, jumlah peserta, tingkat pendidikan dasar peserta, latar belakang peserta, dan lain-lain.
Metode latihan menurut Andrew F. Sikula:

a. On the job: para peserta latihan bekerja ditempat untuk belajar atau meniru suatu pekerjaan dibawah bimbingan seorang pengawas. Metode latihan ini dibedakan dalam dua  cara. Cara informal yaitu pelatih menyuruh peserta latihan untuk memperhatikan orang lain yang sedang melakukan pekerjaan, kemudian ia diperintahkan untuk mempraktekannya. Cara formal yaitu supervisor menunjuk seorang karyawan senior untuk memperhatikan pekerjaan tersebut, selanjutnya para peserta latihan melakukan pekerajan sesuai dengan cara-cara yang dilakukan karyawan senior.

b. Vestibule: metode latihan yang dilakukan dalam kelas atau bengkel yang biasanya diselenggarakan dalam suatu perusahaan industri untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut. Melalui percobaan dibuat suatu duplikat dari bahan, alat-alat dan kondisi yang akan mereka temui dalam situasi kerja yang sebenarnya.

c. Demonstration and example: metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana cara-cara mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau percobaan yang didemonstrasikan, metode ini sangat efektif karena peserta melihat sendiri teknik mengerjakannya dan diberikan penjelasan-penjelasannya, bahkan jika perlu boleh dicoba mempraktekannya.

d. Simulation: merupakan situasi atau pekerjaan yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya merupakan tiruan saja. Simulasi merupakan suatu teknik untuk mencontoh semirip mungkin terhadap konsep sebenarnya dari pekerjaan yang akan dijumpainya.

e. Apprenticeship: suatu cara untuk mengembangkan keahlian pertukaran sehingga para karyawan yang bersangkutan dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaannya.

f. Classroom methods: metode pertemuan dalam kelas meliputi lecture (pengajaran), conference (rapat), progammed instruction, metode studi kasus, role playing, metode diskusi, dan metode seminar.

g. Lecture (ceramah atau kuliah): metode yang diberikan peserta yang banyak didalam kelas. Pelatih mengajarkan teori-teori yang diperlukan sedang yang dilatih mencatatnya serta mempresentasikannya. Metode ini merupakan suatu metode tradisional karena hanya pelatih yang berperan aktif sedangkan peserta pengembangan bersikap pasif, cenderung dengan komunikasi sederana saja.

h. Conference (rapat) pelatih memberikan suatu makalah tertentu dan peserta pengembangan ikut serta berpartisipasi dalam memecahkan masalah tersebut. Mereka harus mengemukakan ide dan sasarannya untuk diskusikan serta diterapkan kesimpulannya. Para metode ini pelatih dan yang dilatih sama-sama berperan aktif serta dilaksanakan dengan komunikasi dua arah, yang diharapkan peserta pengembangan terlatih untuk menerima dan mempersepsikan pendapat orang lain serta dapat mengambil kesimpulan atau keputusan dari masalah yang dhadapinya.

i. Programmed Instruction: bentuK pelatihan sehingga peserta dapat belajar sendiri karena langkah-langkah pengerjaan sudah diprogram, biasanya dengan komputer, buku, atau mesin pengajar. Program ini meliputi pemecahan informasi dalam beberapa bagian kecil sedemikian rupa sehinga dapat dibentuk program pengajaran yang mudah dipahami dan saling berhubungan.

Metode studi kasus: pelatih memberikan suatu kasus kepada peserta pengembengan. Kasus ini tidak desertai dengan data yang lengkap atau sengaja disembunyikan. Peserta ditugaskan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisa situasi, dan merumuskan penyelesaiannya.

Role playing: beberapa peserta ditunjuk untuk memainkan suatu peran dalam sebuah organisasi tiruan, jadi semacam sandiwara.
Metode diskusi: dilakukan dengan melatih peserta untuk berani memberikan pendapat dan rumusannya serta cara-cara bagaimana meyakinkan orang lain percaya terhadap pendapatnya. Peserta dilatih untuk menyadari bahwa tidak ada rumusan yang mutlak benar. 

Metode seminar: bertujuan mengembangkan keahlian dan kecakapan peserta untuk menilai dan memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat orang lain (pembawa makalah). Peserta dilatih dapat mempersepsi, mengevaluasi, dan memberikan saran-saran serta meneriama atau menolak pendapat atau usul orang lain.

Langkah-langkah Pelatihan dan Pengembangan

Menurut Veithzal Rivai (2008, h 236), agar pelatihan dan pengembangan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan mencapai tujuan yang diinginkan, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

Pelatihan untuk Karyawan Staf (Operasional)  

a. Motivasi, semakin tinggi motivasi seseorang, semakin cepat orang itu mau dan mampu mempelajari keterampilan atau pengetahuan baru. Latihan sebagai alat, haruslah dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai karyawan (seperti upah yang lebih tinggi, kedudukan yang lebih memberi kenyamanan)

b. Laporan kemajuan pelatihan karyawan, laporan kemajuan keryawan sangat diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh seorang karyawan telah memahami pengetahuan yang baru diperolehnya.

c. Reinforcement, apabila suatu keterampilan sedang dipelajari, proses belajar hendaknya diperkuat dengan pengakuan dan penghargaan (memberi hadiah jika terjadi prestasi lebih) maupun dengan memberikan teguran (jika terjadi kekurangan). Manajer latihan harus bisa menentukan agar setiap penghargaan atau teguran dikaitkan dengan prilaku (produktif) dari karyawan.

d. Praktek, mempraktekan apa yang telah dipelajari, merupakan hal yang sangat penting. Karyawan peserta latihan harus bisa mempraktekan keterampilan yang baru diperolehnya pada suasana pekerjaan dan keadaan yang sesungguhnya.

e. Perbedaan individual, meskipun latihan kelompok lebih ekonomis, namun harus diingat bahwa manusia itu pada hakikatnya adalah unik. Mereka secara individual berbeda satu sama lain. Karena itu latihan yang efektif sebenarnya adalah latihan yang irama perjalanannya disesuaika dengan kecepatan individual (menyerap pelajaran) dan dengan tingkat kerumitan dari pelajaran.


Prosedur Pelatihan

Pelatihan yang baik adalah latihan dalam proses belajar dan mengajarnya memberikan bahan-bahan pelajaran yang baik. Sesuai dengan programnya, dan yang dibawakan dengan baik oleh para pelatihnya, sehingga dimengerti oleh para peserta latihan. Perlu disadari, bahwa karyawan yang baik dan ahli, belum bisa menjadi pelatih yang baik. 

Melatih itu memerlukan penguasaan cara-cara berlatih, metodik dan didatik, atau bahkan cara-cara mengajar orang dewasa. Persiapan dari para pelatih, pelatih harus menguasai bagaimana menjalankan tugasnya, mengetahui apa yang diajarkan, dan bagaimana cara mengajarkannya. Bahkan pelajaran harus dapat dibagi-bagi sesuai dengan urutan yang masuk akal (logis), agar mudah dijelaskan. 

Setiap bagian perlu dirinci ke dalam subbagian dan masing-masing subbagian dilengkapi dengan teknik mengajarkannya, peragaannya, dan informasi lainnya yang perlu diketahui sebelum pelatih menghasapi peserta pelatih menghadapi peserta latihan. Tempat latihan harus disiapkan sesuai dengan keperluannya, tersedianya alat-alat peraga dan lingkungan yang nyaman.

Persiapan kayawan yang dilatih, tidak cukup hanya dengan melatih pelatih, para peserta pun harus disiapkan, dikoordinasikan, dan diminta mempersiapkan diri untuk mengikuti proses belajar mengajar dengan sebaik-baiknya, beberapa waktu sebelum dimulainya latihan. Juga beri waktu kepada karyawan, karena itu disarankan untuk menyiapkan bahan-bahan latihan untuk mempersiapkan diri mengikuti latihan.

Melakukan peragaan latihan, banyak cara dapat ditempuh oleh pelatih, untuk membuat peragaan dari bahan latihan, disertai dengan keterangan untuk hal-hal yang dianggap penting. Cara berikut ini sering dilakukan oleh para pelatih:
a. Menjelaskan urutan-urutan pekerjaan keseluruhan.
b. Menjelaskan prosedur secara perlahan-lahan sambil merinci setiap langkah dari urutan prosedur tersebut.
c. Meminta para peserta untuk menerangkan kembali setiap langkah yang telah dijelaskan.
d. Meminta peserta untuk menjelaskan keseluruhan pekerjaan.
e. Meminta peserta latihan untuk mempraktekan latihan. Tahap ini merupakan tahap yang penting, karena pada tahap ini pelatih dapat mengetahui sejauhmana bahan latihan dipahami dengan tepat oleh para peserta latihan. Seandainya semua kiat telah dilakukan dengan benar. Kemungkinan peserta latihan sudah bisa memahaminya, hanya tinggal menyesuaikan dengan kecepatan atau irama bahan latihan itu diajarkan.

f. Tindak lanjut, tahap ini merupakan tahap untuk mengamati prestasi karyawan pada tempat mereka bekerja pada lingkungan yang sesungguhny, sesudah mereka selesai mengikuti latihan dengan memenuhi segala persyaratan, apakah mereka sudah bisa menjawab pertanyaan, apakah mereka sudah bisa melakukan atau mempraktekan pada pekerjaannya sesuai dengan apa yang mereka peroleh pada saat pelatihan. Perkembangan mereka itu harus selalu diikuti, untuk mencegah adanya keusangan (incapacitate).

Sumber Dr. Syamsu Hariono, SE,MM





















EVALUASI KINERJA, REWARD DAN PUNISHMENT

Pendahuluan 
Pengkajian bertujuan untuk mengetahui penerapan reward and punishmen di kepegawaian dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan tugas para pegawai kepegawaian. Apakah sistem reward and punishmen sudah diterapkan secara konsekuen di kepegawaian dan apa yang menjadi kendala dalam menerapkan konsep reward and punishmen di kepegawaian. Selain itu, pengkajian ini juga dimaksudkan untuk mencari solusi atas kendala yang dihadapi kepegawaian dalam menerapkan sistem reward and punishmen.
Pengkajian dilakukan melalui studi kepustakaan dan diskusi di antara anggota tim pengkaji. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa ketentuan yang menjadi dasar penerapan reward and punishmen sebenarnya sudah ada di kepegawaian. Hal ini antara lain bisa dilihat dalam Perja Nomor: PER-038/A/JA/12/2009 tentang Perubahan atas Perja Nomor: PER-069/A/JA/07/2007 tentang Ketentuan-ketentuan Penyelenggaraan Pengawasan Kepegawaian RI. Dalam Perja tersebut selain mengatur penjatuhan sanksi juga mengatur pemberian penghargaan bagi pegawai kepegawaian yang mempunyai kinerja baik. Namun demikian, dalam pelaksanaannya masih menemui banyak kendala antara lain belum diterapkannya reward and punishment secara tegas dan obyektif. Untuk itu perlu ketegasan pimpinan agar sistem reward and punishment di kepegawaian dapat dilekasanayan secara obyektif dan transparan tanpa melihat siapa pegawai kepegawaian tersebut.
(Pusat Litbang Kepegawaian Agung R.I, Studi tentang Pengaruh Penerapan Reward and Punishment Secara Konsekuen Dalam Kaitannya Dengan Semangat Peningkatan Kinerja Pegawai, 2010)


II.      KESIMPULAN
a.         Reward dan punishment merupakan dua bentuk metode dalam memotivasi seseorang untuk meningkatkan prestasinya. Dalam konsep manajeman, reward merupakan ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan yang diberikan kepada pegawai sesuai dengan performance (kinerja)-nya. Semakin baik kinerja pegawai, semakin besar reward yang didapatkan. Sedangkan Punishment adalah hukuman atau sanksi bagi seseorang yang kurang baik kinerjanya. Semakin kurang baik kinerja seorang pegawai semakin besar pula punishment yang didapatkan. Jika reward merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka punishment sebagai bentuk reinforcement yang negatif. Keduanya sama-sama dibutuhkan guna memotivasi seseorang agar semakin giat meningkatkan kinerjanya dan menjahui perbuatan yang melanggar aturan.
b.         Di Kepegawaian, sudah ada aturan yang meletakkan dasar bagi dilaksanakanannya konsep reward dan punishment. Hal ini antara lain bisa dilihat dalam Perja Nomor: PER-038/A/JA/12/2009 tentang Perubahan atas Perja Nomor: PER-069/A/JA/07/2007 tentang Ketentuan-ketentuan Penyelenggaraan Pengawasan Kepegawaian RI. Sebab walaupun Perja tersebut lebih banyak mengatur tentang punishment, tetapi ada juga ketentuan tentang reward yaitu Pasal 38 yang mengamanatkan agar pegawai kepegawaian yang berprestasi diberi penghaegaan.
c.         Secara teori, penerapan reward dan punishment secara konsekuen dapat membawa pengaruh positif, antara lain:
1).  Mekanisme dan sistem kerja di kepegawaian, baik itu sistem pengawasan, manajemen perkara dan pembinaan karir pegawai menjadi lebih baik, karena adanya tolak ukur kinerja yang jelas;
2).   Kinerja individu pegawai semakin meningkat, karena adanya sistem pengawasan yang obyektif dan tepat sasaran; dan
3).   Adaya kepastian indikator kinerja yang menjadi ukuran kuantitatif maupun kualitatif tingkat pencapaian kinerja para pegawai kepegawaian.
d.        Walaupun secara normatif sudah ada aturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan konsep reward dan punishment, namun di dalam penerapannya masih mengalami berbagai kendala, yaitu:
1).  Hambatan kultural, antara lain:
·      Ketiadaan suri tauladan dan sifat-sifat kepemimpinan yang baik reward dan punishment sulit diterpkan secara adil, obyektif dan transparan;
·      Hilangnya kesadaran setiap pegawai terhadap arah dan tujuan organisasi Kepegawaian (a sense of purpose and direction) karena seringkali tujuan hanya diarahkan bagi kepentingan dirinya atau kelompoknya;
·      Kurangnya semangat, rasa optimisme, serta jiwa esprit de corps yang tinggi sehingga citra organisasi Kepegawaian nampak terpuruk tanpa kesudahan; dan
·      Kurang meratanya kemampuan teknis (technical mastery) para pegawai, sehingga kondisi tersebut membuka peluang formasi jabatan diisi tanpa mempertimbangkan kepakaran dan prestasi (vested interested).
2).  Hambatan struktural antara lain:
·           Instrumen Penilaian Kinerja Pegawai (IPKJ) masih sebatas dead paper (macan kertas penuh formalisme) karena indikator penilaian tidak dipenuhi pegawai secara baik dan pejabat penilai tidak melakukan penilaian secara cermat;
·           Unit pengawasan belum optimal dalam melakukan pekerjaannya karena sering kali melanggar salah satu prinsip pengawasan yakni tidak boleh mencari-cari kesalahan, dan sebaliknya mudah melakukan case close, sehingga penilaian menjadi tidak obyektif.
·           Koordinasi antara bidang Pembinaan dan Pengawasan sangat lemah sehingga temuan positif dan negatif oleh pengawasan tidak berbanding lurus (equivalent) dengan tindakan administratif oleh Pembinaan;
·           Berlarut-larutnya proses pemeriksaan dan putusan terbukti tidaknya kesalahan terperiksa sehingga banyak terperiksa tidak kunjung mendapat kepastian hukum;
·           BagianKepegawaian tidak memiliki fungsi dan peran aktif dalam merespon setiap temuan positif dan negatif terhadap kinerja pegawai; dan
·           Unsur wasnal dan waskat kurang efektif karena terkadang juga merupakan bagian dari masalah yang dihadapi pegawai bermasalah, sebaliknya temuan prestasi (positif) selalu luput dari perhatian dan penilaian, sehingga tidak pernah berbuah reward
III.   SARAN
a.         Kepegawaian perlu menerapkan reward dan punishment secara konsekuen, obyektif dan transparan guna menumbuhkan semangat kerja pegawai yang kompetitif. Dengan penerapan reward dan punishment secara konsekuen, obyektif dan transparan, hal ini dapat memacu para pegawai untuk berlomba-lomba meningkatkan kinerja dan berusaha semaksimal mungkin menghindari perbuatan tercela dan melanggar aturan.
b.         Untuk dapat menerapkan konsep reward dan punishment secara konsekuen secara konsekuen dikepegawaian, maka perlu ada:
1).   Sinergitas antara penetapan indicator penilaian kinerja yang jelas dan sesuai dengan realita tugas dan fungsi para pegawai. Oleh karena iti perlu ada evaluasi terhadap instrument penilaian yang ada dalam IPKJ, apakah sudah sesuai dengan realita tugas para pegawai ata belum;
2).   Revitalisasi fungsi pengawasan dan unit terkait menggunakan prinsip kesesuaian sifat dan karakteristik pekerjaan pegawai di berbagai bidang dengan memperhatikan tantangan dan kondisi kerja yang aktual. Di samping itu, unit pengawasan terkait (Jam Was, Jam Bin dan BagianKepegawaian), melakukan reposisi dan retrospeksi agar wewenang yang dimilikinya dapat diemban dengan baik;
3).   Pengawasan harus memperhatikan dan mendorong kemungkinan adanya umpan balik (feed back) apa pun yang menjadi rekomendasi penilaian. Hal ini harus dilakukan secara obyektif dan taransparan tanpa pandang bulu siapa pegawai kepegawaian tersebut;
4).   Pelaksanaan pengawasan harus menyesuaikan dengan visi dan misi organisasi Kepegawaian sebagai kebijakan umum, sehingga fungsinya dapat sebagai pengamanan kebijakan pimpinan secara internal.
c.         Untuk mengetahui secara konkrit penerapan reward dan punishment yang selama ini diberlakukan di kepegawaian dan pengaruhnya terhadap kinerja para pegawai kepegawaian, perlu dilakukan penelitian lapangan (penelitian lanjutan), karana hal ini memiliki beberapa variabel yang perlu dibuktikan pengaruhnya bagi para pegawai dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Sebab pengkajian ini hanya merupakan langkah awal sebagai trigger dan sifatnya lebih banyak padastudi kepustakaan.










PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PEGAWAI

  PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Disampaikan Oleh:
Ismi dwi astuti nurhaeni
  Pengertian:
  Istilah  pemutusan hubungan kerja (separation) sinonim dengan pemberhentian atau pemisahan karyawan dari suatu organisasi.
  Fungsi pemutusan hubungan kerja atau pemberhentain harus mendapat perhatian yang serius dari manajer perusahaan, karena telah diatur oleh undang-undang dan memberikan risiko bagi perusahaan maupun untuk karyawan bersangkutan.
  Menurut Tulus (1993:167), pemutusan hubungan kerja (separation) adalah mengembalikan karyawan ke masyarakat. Hal ini disebabkan karyawan pada umumnya belum meninggal dunia sampai habis masa kerjanya.  Oleh karena itu perusahaan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang timbul akibat dilakukannya tindakan pemutusan hubungan kerja.  Di samping itu juga harus menjamin agar karyawan yang dikembalikan ke masyarakat harus berada dalam kondisi sebaik mungkin.
  Menurut Hasibuan (2001: 205), pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.
 
Alasan Pemutusan Hubungan Kerja
  1. Undang-Undang
  2. Keinginan perusahaan
  3. Keinginan karyawan
  4. Pensiun
  5. Kontrak kerja berakhir
  6. Kesehatan karyawan
  7. Meninggal dunia
  8. Perusahaan dilikuidasi.

Tulus (1993:167) menyebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja terjadi kalau salah satu pihak atau kedua belah pihak merasa rugi bilamana hubungan kerja tersebut dilanjutkan.
Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena:
Ø  kemauan karyawan,
Ø  kemauan perusahaan, atau
Ø  kemauan kedua belah pihak. 
Alasan pemutusan hubungan kerja antara lain:
   ketidakjujuran,
  ketidakmampuan bekerja,
  malas,
  pemabok,
  ketidakpatuhan,
  kemangkiran, dan ketidaakdisiplinan,
  usia lanjut,
  sakit-sakitan terus menerus,
  kemunduran perusahaan,
  dan sebagainya. 

  Ad.1.:  Undang-Undang
  Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari suatu perusahaan, misalnya karyawan anak-anak, karyawan WNA, atau karyawan yang terlibat organisasi terlarang.
Ad.2.: Keinginan Perusahaan:
  karyawan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya
  perilaku dan disiplinnya kurang baik
  melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib perusahaan
  tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan karyawan lain
  melakukan tindakan amoral dalam perusahaan
Ad.3.: Keinginan karyawan
Pemberhentian atas keinginan karyawan sendiri dengan mengajukan permohonan untuk berhenti dari perusahaan tersebut. Pada umumnya karyawan mengajukan permohonan berhenti karena beberapa alasan, antara lain:
  Pindah ke tempat lain
  Kesehatan yang kurang baik
  Untuk melanjutkan pendidikan
  Berwiraswasta
  Turnover karyawan akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan. jika banyak karyawan berhenti atas keinginan sendiri, maka manajemen perusahaan dapat dikatakan kurang baik dan perlu dilakukan instrospeksi diri dari manajer. (Hasibuan, 2001: 208-209).
Ad.4.: Pensiun
  Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan, undang-undang, ataupun keinginan karyawan sendiri. Keinginan perusahaan mempesiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan, dsb.
Ad.5.: Kontrak kerja berakhir
  Pemberhentian berdasarkan berakhirnya kontrak kerja tidak menimbulkan konsekuensi karena telah diatur terlebih dahulu dalam perjanjian saat mereka diterima.
Ad.6.: Kesehatan karyawan
  Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan untuk pemberhentian karyawan.  Inisiatif pemberhentian bisa berdasarkan keinginan perusahaan ataupun keinginan karyawan. 
Ad.7.: Meninggal dunia
  Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis putus hubungan kerjanya dengan perusahaan.  Perusahaan memberikan pesangon atau uang pensiun bagi keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan pearturan yang ada.
Ad.8.: Perusahaan dilikuidasi
  Karyawan akan dilepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena bangkrut.  Bangkrutnya perusahaan harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, sedangkan karyawan yang dilepas harus mendapat pesangon sesuai dengan ketentuan pemerintah (Hasibuan, 2001: 2007-2009). 

Jenis-Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (Tulus, 1994: 169-173):
  pengunduran diri (resignation),
  pemberhentian sementara (lay-off),
  pemecatan (disharge), dan
  pemensiunan (retirement). 
  Jenis dan banyaknya pemutusan hubungan kerja dapat memberikan kesan terhadap efektivitas pengelolaan perusahaan.  Jika terlampau banyak pengunduran diri menandakan bahwa skala pengupahan tidak kompetitif.  Pemberhentian sementara yang terjadi berkali-kaai menandakan bahwa integrasi antara produksi dan permintaan pasar adalah buruk.  Terlalu banyak terjadi pemecatan memberikan kesan bahwa prosedur seleksi atau pelatihan tidak baik.  Terlampau banyak pemensiunan memberikan indikasi kurang baiknya manajemen bauran usia (age mix) di antara para karyawan perusahaan (Tulus, 1994: 169).
Ad.1.: Pengunduran diri:
  Pengunduran diri (resignation) adalah pemutusan hubungan kerja yang diawali dari pihak karyawan.  Apabila hal ini terjadi di dalam masa percobaan (probation period), tidak menimbulkan masalah beban kewajiban, baik bagi perusahaan maupun karyawan.  Lain halnya, bila ikatan kerja berdasarkan atas perjanjian (kontrak) tertentu yang memungkinkan pihak perusahaan menuntut ganti rugi biaya-biaya seleksi, pelatihan dan sebagainya.
Ad.2.: Pemberhentian Sementara
  Pemberhentian sementara (lay-off), adalah pemutusan hubungan kerja yang umumnya terjadi bila terdapat situasi dan kondisi pada perusahaan:
  Tidak ada pekerjaan yang tersedia bagi karyawan yang dirumahkan.
  Pimpinan mengharapkan, bahwa situasi tiadanya pekerjaan akan bersifat kontemporer dan tidak lama.
  Pimpinan bermaksud memanggil kembali karyawan untuk dipekerjakan bilamana pekerjaan tersedia kembali.
  Menurut Tulus (1994:170), Pemberhentian sementara bukanlah pemberhentian mutlak, yang memutuskan hubungan kerja secara permanen.  Namun demikian tidak mustahil pemberhentian sementara pada akhirnya menjadi pemberhentian permanen, bila secara berkepanjangan situasi dan kondisi perusahaan tidak membaik, bahkan mungkin memburuk.

   Ad.3. Pemecatan
  Pemecatan (discharge) merupakan pemutusan hubungan kerja paling drastis yang dapat dikenakan terhadap karyawan.  Pemecatan hendaknya dilakukan secara adil dalam arti ada alasan cukup untuk memecat dan semua langkah yang nalar diambil untuk menyelamatkan karyawan ybs dan ternyata tidak berhasil.  Pemecatan dapat terjadi atas dasar prestasi yang tidak memuaskan, perilaku yang tidak baik, kurang memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan, atau brubahnya persyaratan pekerjaan (Tulus. 1994: 171).

Ad.4. : Pemensiunan
  Pemensiunan (retirement)  terjadi sebagai suatu pemutusan hubungan kerja bilamana karyawan mencapai umur maksimum dan masa kerja maksimum menurut batas-batas yang ditentukan perusahaan.Perusahaan mempunyai kewajiban berupa pembayaran tunjangan pensiun.


  Proses Pemberhentian
  Proses pemberhentian karyawan harus menurut prosedur sebagai berikut :
¡  Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan
¡  Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan
¡  Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4D
¡  Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan, dan P4P
¡  Pemutusan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri
  Pemberhentian karyawan adalah hal yang pasti terjadi. Pemberhentian karyawan berarti berhentinya kegiatan kerja seseorang karyawan dari suatu organisasi perusahaan. Pemberhentian karyawan akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan maupun karyawan. Pemberhentian karyawan adalah fungsi operasional yang terakhir dari Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM).






Daftar Pustaka

1.       isminurhaeni.staff.fisip.uns.ac.id.  Pemutusan Hubungan Kerja, Oleh Ismi dwi astuti nurhaeni,
2.       www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php Pengaruh Penerapan Reward And Punishment Secara Konsekuen Dalam Kaitannya Dengan Semangat Peningkatan Kinerja Pegawai.
4.      http://www.papaninfo.com/pdf/sistem+promosi+dan+mutasi.html. Sistem Promosi Dan Mutasi
5.       bkdd.palembang.go.id/modul. .formasi-dan-pengadaan-pegawai




[1] Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, dengan alamat Kampus II UMM jln. Raya Tlogomas No. 246, Malang,  GKB I , Lt. II. Telp. (0341) 464318 psw 188.

0 komentar:

Posting Komentar