Oleh; Bayu Dwiwiddy Jatmiko, SH., M.Hum[2]
Ringkasan
Banyaknya kasus yang terekspos di media massa telah
membuktikan lemahnya piranti hukum yakni kehakiman, kejaksaan,kepolisian, dan
para praktisi hukum lainnya, yang belum mampu menjalankan tugas‐tugasnya
sebagaimana mesti. Bahkan ketua KPK sebelumnya tersangkut dengan permasalahan
hukum. Atau adanya beberapa legislator yang justru terlibat dalam pelanggaran
hukum. Atau berita bahwa 50 persen PNS telah melakukan tindakan korupsi. Kabar
tersebut terkait dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) yang dilaporkan oleh wakil ketua PPATK Agus Santoso. Tentunya ada kesalahan‐kesalahan yang
menyebabkan hal ini terjadi.
Sebagaimana teori sebab akibat ataupun terdapat dalam
peribahasa ada asap ada api. Salah satu kesalahan yang menyebabkan perilaku
korupsi di Indonesia saat ini ‘menggurita’ adalah sistem pendidikan yang ada di
negara ini. Betapa banyak orang‐orang yang berorientasi profit ketika menempuh
pendidikan yang lebih tinggi. Karenanya mendesak diperlukan suatu konsep
pendidikan tinggi hukum yang lebih berkarakter.
Sebenarnya Seiring dengan Perubahan dan Perbaikan
kurikulum pendidikan tinggi dengan merujuk pada Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor : 017/D.O/1993 jo. SK. Mendikbud No. 036/U/1993, dan SK
Mendikbud No. 0325/U/1994 tentang kurikulum yang berlaku secara Nasional
program sarjana Ilmu Hukum menyatakan bahwa dalam jenjang pendidikan Sarjana
Ilmu Hukum (S1) tidak ada jurusan atau dihapusnya jurusan. Telah membuka
kesempatan bagi Pendidikan tinggi hukum untuk menerapkan kurikulum yang
responsive bahkan bisa progresip demi menjawab keprihatinan akan mutu lulusan
pendidikan Tinggi hukum.
Sehingga bertitik tolak dari visi, KURTI dan KURNAL serta
konsentrasi/ bagian/ program studi dengan masing‐masing Mata Kuliah Wajib dan pilihannya serta pengkajian secara
menyeluruh terhadap kelemahan substansif dalam kurikulum dan metode
pembelajaran di Pendidikan Tinggi Hukum, maka solusi yang tepat adalah
kurikulum yang berkarakter yang mampu mewujudkan sarjana hukum yang profesional,
humanis dan religius.
[1] Konsep
tulisan yang diajukan sebagai call paper dalam acara “ Konferensi dan Dialog
negara Hukum” yang diselengggarakan di jakarta pada tanggal 9-10 Oktober 2012
اللَّهُ
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الأرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ
الأمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا (١٢) - See
more at:
http://www.tafsir.web.id/2013/04/tafsir-at-thalaq-ayat-1-12.html#sthash.360Vaid1.dpuf
0 komentar:
Posting Komentar