SAMPAH DAN ALTERNATIVE
ENERGY BARU YANG TERBARUKAN[1]
Oleh :Bayu Dwiwiddy Jatmiko
Email: bayu.dj15@yahoo.com
Pendahuluan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun
1945 menentukan secara tegas bahwa Negara
Republik Indonesia adalah negara hukum[2]. Prinsip negara hukum menjamin kepastian,
ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.
Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut antara lain, bahwa lalu
lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang
menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek hukum dalam
masyarakat.
Sampah
merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Produksi sampah di
Indonesia sebanyak 167 ribu ton/hari yang dihasilkan dari 220 juta jiwa jumlah
penduduk Indonesia atau produksi sampah 800 gram/hari/orang. JENIS dan jumlah sampah kota di Indonesia
sangat tipikal, didominasi oleh jenis sampah organik dalam jumlah yang cukup
besar. Diperkirakan dalam dua dekade ini komposisi tersebut masih akan berkisar
pada persentase 60-75% sampah organik dengan timbunan sampah 0,50-0,67 kg / orang / hari dan kepadatan 200
kg/m3. ( Pusat Data Kementerian Komunikasi Dan Informatika 2009) [3].
Universitas Muhammadiyah Malang sejak tahun 2005 telah
melakukan berbagai riset, kajian dan pelatihan berkenaan dengan penanganan dan
pengelolaan sampah melalui Center for Energy
Environment and Regional Development
(CEERD) Universitas Muhammadiyah Malang, melalui berbagai kerjasama baik Nasional maupun Internasional yang
menghasilkan tekhnologi dan sumber daya manusia yang mampu untuk melakukan
pengelolaan sampah khususnya untuk didaur ulang dan menjadi energy alternative,
dalam pelaksanannya dilapang terkendala oleh belum siapnya kota dan kabupaten
sebagai pengambil kebijakan (decision maker) yang menguasai asset dan
infrastruktur sampah terhadap kebutuhan peraturan daerah berkenaan dengan
penanganan sampah secara terpadu sehingga perlu dibuat legal framework pemerintah
daerah dalam pengelolaan sampah khususnya pengelolaan
sampah terpadu yang menjanjikan bisnis
sampah sebagai sumber energy baru terbarukan.
Dilihat
dari aspek ekonomi, jumlah sampah di
Indonesia mampu memproduksi gas metan sebanyak
8.800 ton/hari pada tahun tahun 2008. (Pusat Data Kementerian Komunikasi Dan Informatika
2009)[4]. Selain itu,
berdasarkan data KLH pada tahun 2008, sampah yang diolah menjadi kompos dari
produksi sampah tersebut hampir 5 persen atau 12.800 ton/hari, sehingga bila
dikelola dengan baik akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan negara.
Sehubungan
dengan permasalahan tersebut, pengelolaan
sampah yang mengubah sampah menjadi material
yang memiliki nilai ekonomis serta mengolah sampah agar menjadi material
yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup
menjadi urgent[5]
dan hal tersebut
memerlukan Peraturan dalam pengelolaan yang komprehensif pengelolaan sampah
terpadu dari hulu sampai hilir, baik yang dilakukan swakelola oleh Pemerintah
maupun kerjasama dengan investor, agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat
bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan serta menghasilkan energy yang layak. Sehingga tujuan khusus dari kegiatan ini adalah
merumuskan model pengelolaan sampah yang berbasis
sumber energy baru terbarukan, yang pada
dasarnya merupakan analisis untuk melakukan evaluasi
terhadap berbagai regulasi yang ada, antara lain:
1.
Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
lingkungan hidup
2.
Undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang
ketenagalistrikan,,
3. Undang –undang no 30 tahun
2007 tentang Energi
4. Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah,
5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
6. Perpres no 05 tahun 2006
tentang Kebijakan Energi Nasional
7.
Perpres 46 Tahun 2008 tentang Dewan Nasional Perubahan Iklim
8.
Peraturan Presiden nomor 13 tahun 2010 tentang perubahan
atas Peraturan Presiden nomor 67 tahun 2005 tentang kerjasama pemerintah dengan
badan usaha dalam penyediaan infrastruktur, dan
9. Peraturan Presiden nomor 78 tahun 2010 tentang penjaminan infrastruktur
dalam proyek kerjasama pemerintah dengan badan usaha yang dilakukan melalui
badan usaha penjamin infrastruktur, dengan menemukan terlebih dahulu Model
Pengelolaan Sampah terpadu yang
berbasis sumber energy baru terbarukan
10. Perpres no 07 tahun 2011
tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional.
Saat ini sebagian besar tempat pengelolaan sampah terpadu di Indonesia masih bersifat
terpisah-pisah untuk kepentingan masing-masing daerah hal ini sejalan dengan
system otonomi daerah hal ini menjadikannya kurang menarik bagi infestor
khususnya infestor asing karena sumber energy yang dihasilkan oleh sampah
menjadi relative kecil.
Undang-undang nomor 18 tahun 2008
tentang pengelolaan sampah telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah
kota dan kabupaten untuk melaksanakan pengelolaan sampah dengan baik dan benar
seain kewenangan yang diberikan juga terdapat ancaman pidana untuk pengelola
sampah agar tidak mengganggu kesehatan masyarakat, pada kenyataannya baru beberapa pemerintah daerah yang
mampu melaksanakan amanah undang-undang tersebut hal ini dikarenakan untuk
melaksanakan UU no 18 tahun 2008 dibutuhkan infrastruktur yang cukup besar yang
tidak sebanding dengan pendanaan infrastruktur melalui APBD yang rata-rata
hanya mampu memenuhi 35% dari kebutuhan sehingga untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dapat
dilakukan melalui sekema kerjasama pemerintah swasta (KPS), privatisasi, Coorporate
Social Responsibility (CSR) serta partisipasi masyarakat baik investor
nasional maupun internasional.
Pemerintah telah mempromosikan
proyek infrastruktur dengan skema KPS selama 5 tahun terakhir namun dari data
badan kebijakan fiskal Kementrian Keuangan hingga akhir tahun 2012 baru ada tiga proyek infrastruktur yang berjalan dengan skema KPS dikarenakan ada
beberapa faktor penghambat, yang salah satunya adalah besaran sampah yang dihasilkan tidak sebanding
dengan infrastruktur yang dibutuhkan sehingga dalam peraturan pemerintah kota dan kabupaten
tentang sampah harus dapat memecahkan permasalahan tersebut, masalah yang lain adalah skema KPS yang dijalankan
belum mampu memberikan jaminan keamanan baik terhadap asset maupun
keberlanjutan kegiatan, serta kendala terhadap keberadaan jaminan pemerintah
(government obligation) apabila merupakan kerjasama dengan lembaga asing,
padahal jelas dalam ketentuan pemerintah bahwasannya asset pemerintah tidak
dapat dijaminkan.
Secara Umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan
suatu Model Tempat Pengelolaan Sampah terpadu
yang berbasis energy baru terbarukan, dengan
demikian penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi kepada berbagai pihak
khususnya para pihak yang terlibat dalam tempat
pengelolaan sampah terpadu sehingga dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi pemerintah
daerah dan propinsi dalam rangka pengelolaan sampah menjadi sumber energy baru
terbarukan.
Untuk mencapai
tujuan tersebut penelitian ini dilakukan dengan Reseach and Development,
dengan tujuan (1) Mengeksplorasi Mekanisme Model
Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu di Malang Raya. (2) mengeksplorasi sejauh mana interpretasi Model
Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu dijalankan di Malang raya dengan melihat
jumlah sampah dan kebutuhan sampah serta ketertarikan investor. (3) Menyusun draft Model
Kebijakan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu yang berbasis energy baru
terbarukan sehingga tercipta
ketertarikan investor.
Konsepsi
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan , pengangkutan , pemrosesan , pendaur-ulangan ,
atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada
material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola
untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan.
Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam .
Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat , cair , gas , atau radioaktif
dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat.
Praktek pengelolaan
sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang , berbeda juga
antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan , berbeda juga antara daerah
perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari
pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri
biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
Metode pengelolaan
sampah berbeda beda tergantung banyak hal , diantaranya tipe zat sampah , tanah
yg digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area
Dari data KLH 2007 menunjukkan, volume timbunan sampah di 194 kabupaten
dan kota di Indonesia mencapai 666 juta liter atau setara 42 juta kilogram,
dimana komposisi sampah plastik mencapai 14 persen atau enam juta ton, jika dilakukan perhitungan berdasarkan produksi sampah
per orang yaitu 800 gram per hari dan dengan 220 juta jumlah penduduk maka
diperkirakan jumlah timbunan sampah nasional bertambah 176 ribu ton per hari.
Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah selama
ini baik pada tingkat keluarga hingga industri masih bersifat konvensional
terbukti bahwa Indonesia memiliki
sekitar 460 TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang masih menggunakan sistem open
dumping, yaitu pembuangan sampah dengan cara ditimbun di tanah lapang
terbuka, cara seperti ini sudah tidak
layak lagi diterapkan, dimana tanpa ada pemilahan sampah dibuang ke tempat pembuangan akhir menjadi satu, baik sampah organik Contoh : Sampah
dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah dll yang
dapat mengalami pembusukan secara alami, sampah non
organik Contoh : logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol,
dll yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alami., dan sampah berbahaya Contoh : Baterai, botol racun nyamuk, jarum suntik
bekas dll. Minimnya jumlah mobil
pengangkut sampah yang dimiliki dinas kebersihan diikuti dengan gerobak dan
keberadaan tempat sampah yang juga masih minim seringkali membuat masyarakat
membuat alternatif pembuangan sampah yang antara lain dilakukan dengan
pembakaran atau dilakukan dengan pembuangan sampah kesungai[6].
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk
menguburnya untuk membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di
dunia. Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yg ditinggalkan , lubang
bekas pertambangan , atau lubang lubang dalam. Sebuah situs penimbunan darat yg
di desain dan di kelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah yang
hiegenis dan murah. Sedankan penimbunan darat yg tidak dirancang dan tidak
dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan , diantaranya
angin berbau sampah , menarik berkumpulnya Hama ,
dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain dari sampah adalah gas methan
dan karbon dioksida yang juga sangat berbahaya. (di bandung kandungan gas methan
ini meledak dan melongsorkan gunung sampah)
Karakter desain dari penimbunan darat yang modern
diantaranya adalah metode pengumpulan air sampah menggunakan bahan tanah liat
atau pelapis plastik.Sampah biasanya dipadatkan untuk menambah kepadatan dan kestabilannya
, dan ditutup untuk tidak menarik hama (biasanya tikus). Banyak penimbunan
samapah mempunyai sistem pengekstrasi gas yang terpasang untuk mengambil gas
yang terjadi. Gas yang terkumpul akan dialirkan keluar dari tempat penimbunan
dan dibakar di menara pemabakar atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk
membangkitkan listrik.
Sampah telah menjadi masalah klasik di dalam
kehidupan manusia yang bermukim menetap. Selain menimbulkan bau tidak sedap,
sampah pun berpotensi menimbulkan berbagai penyakit yang membahayakan kesehatan, pengelolaan yang dilakukan dengan sistem open
dumping menjadikan masyarakat yang tinggal disekitar tempat pembuangan
sampah menjadi tidak nyaman, keterlambatan pengambilan sampah pada tingkat
keluarga juga menimbulkan permasalahan bagi masyarakat, dan jika sampah dibuang
kesungai akan menimbulkan permasalahan yang lebih dalam berkenaan dengan
banjir, dan pencemaran air sungai. Pemerintah melalui Undang-undang nomor 18
Tahun 2008 telah mengamanatkan pengelolaan sampah kepada pemerintah daerah
namun pemerintah daerah masih belum dapat menjawab tantangan tersebut,
kenyataan yang berlarut-larut inilah yang kemudian membangun budaya tidak
peduli terhadap sampah, yang akhirnya rakyat dan pemerintahan kita tidak
berdaya lagi menghadapi permasalahan sampahnya .
Pembuangan sampah yang tidak
diurus dengan baik, akan mengakibatkan masalah besar. Karena penumpukan
sampah atau membuangnya sembarangan ke kawasan terbuka akan mengakibatkan
pencemaran tanah yang juga akan berdampak ke saluran air tanah. Demikian juga
pembakaran sampah akan mengakibatkan pencemaran udara, pembuangan sampah ke
sungai akan mengakibatkan pencemaran air, tersumbatnya saluran air dan banjir[7].
Tiga isu yang sebagai konsekuensi kemajuan teknologi dan
modernisasi adalah Pemanasan Global, Kelangkaan Bahan bakar, dan Pengelolaan
Sampah. Polusi yang tidak terkendali menyebabkan energi matahari yang terperangkap
di atmosfer bertambah sehingga menaikkan suhu bumi. Dampak yang ditimbulkan
adalah terjadinya perubahan iklim yang mengacaukan pola tanam dan menimbulkan
banjir; mencairnya es di kutub menaikkan air laut sehingga menenggelamkan
pantai dan pulau pulau; peningkatan kualitas dan kuantitas badai dan angin
puting beliung sehingga menimbulkan kerusakan lebih besar dan parah serta
sejumlah dampak lainnya.
Proses pengambilan
barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk digunakan kembali disebut
sebagai daur ulang. Ada
beberapa cara daur ulang , pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk
diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar utnuk
membangkitkan listik.
Sampah yang biasa
dikumpulkan adalah kaleng minum aluminum , kaleng baja
makanan/minuman, Botol HDPE dan PET , botol kaca , kertas karton, koran, majalah, dan kardus.
Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa di daur
ulang. Daur ulang dari produk yang komplek seperti
komputer atau mobil lebih susah, karena harus bagian bagiannya harus diurai dan
dikelompokan menurut jenis bahannya
Material sampah organik , seperti zat tanaman , sisa
makanan atau kertas, bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk
kompos, atau dikenal dengan istilah pengkomposan. Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagi pupuk
dan gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa
diambil langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak
langsung dengan cara mengolahnya menajdi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang
melalui cara "perlakuan panas" bervariasi mulai dari menggunakannya
sebakai bahan bakar memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk
memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator.
Pirolisa dan gasifikasi adalah dua bentuk perlakukan panas yang berhubungan ,
dimana sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses
ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada Tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah
menjadi produk berzat padat , gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar
untuk menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa
selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif. Gasifikasi dan
Gasifikasi busur plasma yang canggih digunakan untuk mengkonversi material
organik langsung menjadi Gas sintetis (campuran antara karbon monoksida dan hidrogen), Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan listrik dan
uap.
Manfaat
dari Pengelolaan tempat Pembuangan sampah terpadu :
1.
Penghematan sumber
daya alam
2.
Penghematan energi
3.
Penghematan lahan
TPA
4.
Lingkungan asri
(bersih, sehat, nyaman)
Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development
Mechanism – CDM) merupakan salah satu mekanisme Protocol Kyoto yang
diperbaharui di Bali lewat UNFCCC (United Nation Framework Convention on
Climate Change), dan terakhir Konferensi Kopenhagen, dalam rangka menanggulangi pemanasan
Global. Melalui CDM ini negara berkembang dapat melakukan program pengurangan
emisi karbon sehingga memperoleh (Certified Emission Reduction - CER) yang
bernilai moneter dan dapat diperdagangkan. Sebaliknya negara negara maju yang
tergabung dalam Annex I country berkewajiban
menyelenggarakan program dan pendanaan (Tim CEERD UMM, Artikel).
Pengurangan emisi karbon ke atmosfer menjadi cara baku
Penanggulangan Pemanasan Global di negara berkembang sehingga mendapatkan
subsidi dalam bentuk Sertifikat Pengurangan Emisi GRK (Certified Emission Reduction - CER) yang memiliki nilai moneter dan
dapat diperjualbelikan dengan mengikuti prosedur yang diatur dalam Mekanisme Pembangunan
Bersih (Clean Development Mechanism – CDM) yang merupakan salah satu mekanisme Protocol Kyoto dan diperbaharui di Bali
lewat UNFCCC (United Nation Framework
Convention on Climate Change). Pegurangan emisi karbon ini dapat dilakukan
dengan pengurangan pembakaran bahan bakar fosil, penanaman tumbuhan, maupun
melalui penangkapan gas metan untuk bahan bakar.
Menyadari bahwa Indonesia bagaimanapun juga mengalami
dampak dari Pemanasan Global (Perubahan Iklim) dan terbukanya kesempatan bagi
Indonesia untuk memperoleh kemanfaatan dari Perdagangan Karbon maka Pemerintah Indonesia menetapkan untuk berperan serta dalam menanggulagi
Pemanasan Global, salah satunya melalui program manajemen sampah dengan diundangkanya Undang-undang nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah.
Ketentuan Pasal 9 Undang-undang nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah mendelegasikan kewenangan pengelolaan sampah pada
pemerintah daerah Kota dan Kabupaten, yang hingga saat ini Kota dan Kabupaten
yang ada belum mampu mengatasi permasalahan sampah tersebut karena pada saat
ini pemerintah daerah belum memiliki perda sampah yang komperhensif sesuai
ketentuan dari Undang-undang pengelolaan sampah karena masih berfungsi
memberikan pendapatan daerah melalui restribusi sehingga terkesan sampah tidak
bermanfaat, sampah yang selama ini dianggap tidak bermanfaat dengan cara baru
Undang-undang pengelolaan sampah akan memiliki nilai ekonomis baik bagi
masyarakat maupun bagi pemerintah daerah apabila dikelola dengan baik dan
secara komperhensif mulai dari pembentukan kesadaran masyarakat, hingga potensi usaha dan kerjasama melaui peraturan
daerah.
Saat ini pemerintah daerah masih terkendala dengan
belum adanya mekanisme penunjukan investor, untuk mengikuti mekanisme CDM,
pendaftaran GRK telah berakhir pada tahun 2011 dan memang sebaiknya sebagai
Negara berdaulat Indonesia tidak bergantung pada bantuan, Tempat pengelolaan
sampah terpadu jika dikelola dengan konsep yang baik akan memberikan
keuntungan, untuk dapat memberikan keuntungan yang menarik bagi investor maka
ketersediaan sumber energy yang akan dikelola harus mencukupi, sebagai contoh pada tahun 2011 perusahaan
Korea Hanwa melakukan analisis terhadap ketersediaan gas methan pada TPA Supit
Urang Malang dan hasilnya jika dikelola maka energy yang dihasilkan akan
meningkat dari tahun pertama hingga tahun keempat dan tahun-tahun berikutnya
akan terus menurun, dan kondisi tersebut menurut perhitungan Hanwa akan merugi
jika dikelola untuk energy listrik.
Tempat pengelolaan sampah terpadu idealnya mampu
lebih menghemat tempat, mampu menarik investor, menghasilkan energy yang besar,
dan aman bagi lingkungan.
Isu Nasional
—
Perlu dirumuskan
kebijakan tentang pengelolaan sampah yang berbasis
sumber energy baru terbarukan.
—
Perlu dilakukan analisis untuk melakukan evaluasi terhadap Undang-undang nomor 18 tahun
2008 tentang pengelolaan sampah, Undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang
ketenagalistrikan, Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
lingkungan hidup, Peraturan Presiden nomor 13 tahun 2010 tentang perubahan atas
Peraturan Presiden nomor 67 tahun 2005 tentang kerjasama pemerintah dengan
badan usaha dalam penyediaan infrastruktur, dan Peraturan Presiden nomor 78
tahun 2010 tentang penjaminan infrastruktur dalam proyek kerjasama pemerintah
dengan badan usaha yang dilakukan melalui badan usaha penjamin infrastruktur.
—
Perlu diwujudkan Model Pengelolaan Sampah terpadu yang berbasis sumber energy baru terbarukan
Permasalahan
—
Saat ini sebagian besar tempat pengelolaan sampah
terpadu
di Indonesia masih bersifat terpisah-pisah.
—
kurang menarik bagi infestor
—
sumber energy yang dihasilkan oleh sampah menjadi
relative kecil
Kepustakaan
Subeki, N, 2010, ” Optimalisasi Gas Landfill sebagai
Suplai Pembakaran Di Laboratorium Flaring System Di TPA Supit Urang” Proceeding
Seminar Nasional, UMM, Malang
Subeki, N dan Helmi, 2011”Mekanisme dan Penanganan
Kebersihan Di Kota Malang” Bintek DPRD Kota Malang, Sarangan, Magetan
http ://www.depkominfo.go.id /berita
/bipnewsroom/ produksi-sampah-indonesia-mampu-produksi-gas-metan-8800-tonhari/ ,
diakses tanggal 20 Pebruari 2009)
[1] Bayu Dwiwiddy Jatmiko dan Sofyan Arief. Model
Kebijakan Tempat Pengelolaan Sampah
Terpadu Sebagai Sumber Energi Baru Terbarukan. DP2M UMM, 2013.
[3] http
://www.depkominfo.go.id /berita /bipnewsroom/
produksi-sampah-indonesia-mampu-produksi-gas-metan-8800-tonhari/ , diakses tanggal 20 Pebruari 2009)
[4] Loc.cit.
[6] Subeki, N dan Helmi, 2011”Mekanisme dan Penanganan
Kebersihan Di Kota Malang” Bintek DPRD Kota Malang, Sarangan, Magetan
[7] Loc.cit
0 komentar:
Posting Komentar